TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum dari Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, menyayangkan aksi 'minta paksa' sejumlah dokumen milik Komisi Pemberantasan Korupsi oleh Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI.
“Sesuai berkas kesepakatan semua lembaga penegak hukum kan harus saling menghormati,” ujar Ruhut saat dihubungi, Senin, 9 Februari 2015.
Ruhut mengatakan seharusnya, Bareskrim tidak mencampuri penanganan kasus yang sudah ditangani Komisi Antirasuah. Begitu juga sebaliknya, KPK tidak perlu lagi turut mengusut kasus yang sedang ditangani Mabes Polri.
Meski begitu, Ruhut mengaku tidak mau buru-buru menyalahkan Kepolisian. “Harus dilihat dulu, dalam konteks ini siapa yang memulai duluan,” ujar Ruhut.
Kisruh yang tengah terjadi antara KPK dan Polri, menurut Ruhut, juga tidak lepas dari keputusan komisi antirasuah yang menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi.
Penetapan tersangka itu hanya selisih beberapa hari dari penetapan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kepala Kepolisian RI oleh Presiden Joko Widodo.
Selasa pekan lalu, Bareskrim melayangkan surat berisi permintaan paksa untuk berkas tiga dokumen korupsi yang tengah ditangani KPK. Surat itu juga berisi panggilan pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat struktural di direktorat pengaduan masyarakat, direktorat penyelidikan, serta direktorat penyidikan komisi antikorupsi.
Ruhut berharap, kedua lembaga penegak hukum saling menahan diri dan mempercayakan proses hukum, yang kini tengah berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Saat ini Budi Gunawan telah mengajukan gugatan praperadilan penetapannya sebagai tersangka oleh KPK. “Selama proses praperadilan, semua pihak harus sabar. Ojo kesusu,” ujar Ruhut.
Sidang praperadilan Budi Gunawan awalnya diselenggarakan pada Senin, 2 Februari lalu, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, hakim Sapardin Rizaldi memutuskan menunda sidang hingga hari ini karena pihak tergugat, yaitu KPK, tidak hadir.
Dalam gugatannya, bekas ajudan Megawati Soekarnoputri itu mempersoalkan penetapan dirinya sebagai tersangka suap dan gratifikasi oleh KPK. Budi Gunawan menganggap janggal penetapan itu lantaran dilakukan sepekan setelah Presiden Joko Widodo memilihnya sebagai calon Kapolri tunggal.
IRA GUSLINA SUFA