TEMPO.CO, Jakarta - Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tuban, Jawa Timur, menyatakan Kementerian Kelautan dan Perikanan belum melakukan sosialisasi soal penangkapan hasil laut, seperti lobster, rajungan, dan kepiting. Sosialisasi ke daerah, terutama ke nelayan, sangat penting agar tidak terjadi salah pengertian. "Belum sosialisasi, padahal penting," kata Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Tuban Sunarto pada Tempo, Selasa, 10 Februari 2015.
Sunarto mencontohkan, untuk jenis tangkapan hasil laut yang dilarang, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 Tahun 2015 dipahami secara salah. Para nelayan hanya tahu menangkap lobster, kepiting, dan rajungan dilarang pemerintah. Padahal informasi itu kurang tepat, sehingga perlu penjelasan lebih rinci, juga termasuk pengenalan terhadap lingkungan.
Padahal, ujar dia, yang dilarang ditangkap adalah lobster ukuran di bawah 8 sentimeter, selebihnya diperbolehkan. Kepiting yang boleh ditangkap ukuran cangkangnya minimal 15 sentimeter. Dan rajungan yang boleh ditangkap berukuran minimal 10 sentimeter. "Nelayan banyak yang belum tahu," tuturnya.
Selain itu, menurut Sunarto, tindakan tegas soal larangan pukat harimau juga telah lama dilakukan. Namun, oleh nelayan, pukat harimau kemudian didesain lebih mini. Nelayan Kabupaten Tuban menyebutnya jaring otok alias mini-trawl.
Dinas Perikanan dan Kelautan Tuban sudah melakukan operasi di perairan di bawah radius 12 mil dan menangkap lima unit mini-trawl. Jaring yang bisa menangkap ikan hingga terkecil itu sudah dibakar. Lokasinya di perairan Karang Agung, Kecamatan Palang, dan perairan di Kecamatan Tambakboyo.
Menurut Sunarto, selain penetapan kawasan laut, Pemerintah Kabupaten Tuban juga memberikan program bantuan stimulan. Sumbernya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yaitu Rp 500 juta untuk 2014 dan Rp 1 miliar tahun 2015. Sedangkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tuban tahun 2015 sebesar Rp 300 juta. Bantuan itu untuk pembelian alat tangkap ikan, mesin perahu, dan sejenis. "Gratis," katanya.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Cabang Lamongan Agus Mulyono mengatakan program yang diterapkan Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti sangat merugikan nelayan. Misalnya, soal larangan menangkap lobster, kepiting, dan rajungan. "Sangat merugikan," ujarnya pada Tempo. Dia menyebut, selama puluhan tahun, nelayan di Kabupaten Lamongan menggantungkan hidup dari berburu binatang laut di karang ini.
Menurut dia, nelayan di pesisir Pantai Utara Jawa, seperti di Kecamatan Paciran dan Brondong, jelas menolak larangan penangkapan lobster, kepiting, dan rajungan. Jika larangan ini tetap dilanjutkan, itu sama saja membunuh mata pencarian ribuan nelayan di daerah itu. Agus menyebut ada sekitar 19 ribu nelayan di Lamongan. "Emang Menteri Susi mau ngasih makan, ya," katanya.
Agus berharap pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan, mau meninjau kembali aturan yang diterapkan. Misalnya, soal penangkapan hasil laut, seperti lobster dan kepiting. Sebab, jika itu diterapkan, selain merugikan nelayan, pemerintah daerah akan kena imbasnya dalam hal pemasukan. "Saya minta ditinjau kembali," ujarnya.
SUJATMIKO