TEMPO.CO, Madiun - Sekitar seratus mahasiswi Akademi Kebidanan Muhammadiyah Madiun, Jawa Timur, berunjuk rasa di kampusnya, Selasa, 10 Februari 2015. Mereka menuntut Rumpiati dan Baruarun, direktur dan wakil direktur akademi kebidanan tersebut, mundur dari jabatannya karena dianggap otoriter.
"Kami diancam tidak bisa mengikuti ujian tahap kalau tidak segera melunasi iuran yang jumlahnya lebih tinggi dibanding akademi kebidanan lain," kata Riti Saputri, mahasiswi. Selisih iuran ujian Akademi Kebidanan Muhammadiyah dengan kampus lain, ujar dia, mencapai Rp 700 ribu.
Semula, unjuk rasa berlangsung di kampus Akademi Kebidanan Muhammadiyah, Jalan Lumbung Hidup, Kota Madiun. Di kampus ini, sekitar 100 mahasiswi semester I, III, dan V menggembok pintu gerbang. Jas almamater yang mereka pakai dicopot, dibuang, lantas diinjak-injak.
Rima Trismawati, mahasiswi lain, menuturkan aksi buang jas almamater itu merupakan wujud kejengkelan mereka terhadap kampus. Para mahasiswi mengancam akan beramai-ramai mengundurkan diri jika Rumpiati dan Baruatun tetap menjabat sebagai direktur dan wakil direktur. "Kalau kami semua keluar, kampus tidak akan dapat uang," kata Rima.
Para mahasiswi meneruskan unjuk rasannya ke kampus Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Muhammadiyah di Jalan Panjaitan yang menaungi Akademi Kebidanan Muhammadiyah.
Di kampus ini, pengunjuk rasa ditemui Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Pimpinan Pusat Muhammadiyah Chairil Anwar yang kebetulan sedang berkunjung.
Chairil berjanji melakukan cek silang soal keluhan mahasiswi dengan pihak kampus dalam waktu dekat agar permasalahannya tidak berlarut-larut. "Kami evaluasi dulu seperti apa permasalahannya, supaya tidak fitnah," ujar Chairil.
Soal ancaman mahasiswi yang akan mengundurkan diri dari kampus bila tuntutannya tidak dipenuhi, Charil mengatakan itu hak mahasiswi. "Enggak apa-apa kalau mereka mau mundur semua, karena mereka masuk itu kan ada kontrak," tuturnya.
NOFIKA DIAN NUGROHO