TEMPO.CO , Jakarta: Pejabat di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kesulitan menyusun laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN). Hal itu disebabkan beragam faktor, mulai dari banyaknya berkas yang harus dikumpulkan, formulir yang wajib diisi jumlahnya berlembar-lembar sehingga kesulitan menaksir nilai aset.
Camat Makassar, Ari Sonjaya, mengatakan masalah yang dia hadapi sama persis dengan hambatan lurah-lurah yang ada di wilayahnya dalam menyusun laporan harta. "Komponen yang harus diisi terlalu banyak dan bingung menaksir nilai aset," kata dia saat dihubungi Tempo, Senin, 9 Februari 2015.
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch merilis data bahwa 47,2 persen pejabat di DKI belum menyerahkan laporan harta kekayaan ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Padahal, Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, sudah meneken Peraturan Gubernur Nomor 102 Tahun 2014 tentang Kewajiban Lapor LHKPN. Beleid itu diterbitkan karena pejabat DKI menikmati gaji dengan nilai selangit. Ada ancaman pemecatan pada pejabat yang tak patuh melaporkan hartanya.
Ari mencontohkan laporan harta yang sedang dia susun terdapat komponen aset yang diperoleh lewat warisan. Aset itu, dia menambahkan, wajib dikonversikan dalam bentuk rupiah. Sementara, dia belum pernah menaksir harga asetnya dan tak ada juru tafsir yang membantu untuk menghitung nilai aset. "Saya atasi dengan menghitung nilainya sebesar 10 persen kali Nilai Jual Objek Pajak," Ari menjelaskan.
Sementara itu, Kepala Sekolah SMA Negeri 21, Mas Ayu Yuliana, kebingungan dengan kebijakan lapor harta kekayaan itu. Menurutnya, tak ada urgensi kepala sekolah melaporkan harta kepada KPK. Alasannya, gaji kepala sekolah tak setinggi yang diterima lurah, camat, dan wali kota di DKI. "Golongan jabatan kepala sekolah saja tak jelas dan tunjangan kinerja kami tak setinggi pejabat lain," kata Mas Ayu. Meski begitu, jika Gubernur DKI mewajibkan kepala sekolah melaporkan harta, maka dia akan segera menyusunnya.
Deputi Pencegahan KPK, Johan Budi S.P., mengatakan konstitusi mengatur penyelenggara negara wajib melaporkan harta, kendati tak ada sanksi pidana bagi mereka yang melanggar. KPK, kata dia, siap mendampingi pejabat daerah yang berniat melaporkan harta kekayaannya. Pendampingan itu ialah solusi mengatasi kesulitan pejabat daerah mengisi laporan harta, seperti menaksir nilai aset dan melengkapi komponen isian yang tertera dalam formulir. "Silakan datang ke KPK dan kami akan membantu," ujarnya.
RAYMUNDUS RIKANG