TEMPO.CO, Bantul: Sekitar 50-an orang mendeklarasikan pembentukan Forum Musyawarah Seniman dan Budayawan Muslim Yogyakarta, di Masjid Mataram, Kotagede pada Rabu, 11 Januari 2015. Mereka berasal dari beragam kalangan. Ada budayawan, politikus, tokoh agama, dan seniman.
Menurut Koordinator Badan Pekerja organisasi baru tersebut, Kyai Abdul Muhaimin, deklarasi forum sengaja mengajak perwakil kelompok Islam dari beragam kalangan. Tujuannya, dia menambahkan, mengatasi ketegangan antara pandangan kebudayaan dan keagamaan. "Ahmadiyah juga kami undang, tapi berhalangan datang," kata dia seusai deklarasi itu.
Muhaimin menilai selama ini ketegangan antara perspektif kebudayaan dan teologis memicu pemiskinan budaya di beragam komunitas muslim. Nilai-nilai seni dan budaya kemudian kerap diabaikan dalam praktik keagamaan. "Salah satu pemicu radikalisme ialah permusuhan pada produk adat," kata dia.
Ide pembentukan forum ini, menurut dia, merupakan hasil diskusi ketika sejumlah budayawan dari beragam komunitas berkumpul di pendopo ndalem Sopingan, Kotagede, Yogyakarta pada tiga hari lalu. Salah satu keluhan di forum itu, Muhaimin menjelaskan, minimnya kreativitas kebudayaan di komunitas muslim. "Di tengah masyarakat Islam masih ada anggapan budaya itu polutan, misalnya menyebabkan musyrik atau bidah," kata dia.
Muhaimin mengklaim ide forum ini sudah lama muncul. Tapi, baru bisa terealisasi sekarang. "Kami ingin mencairkan ketegangan antar kelompok akibat perbedaan pendapat teologis dan hukum," kata dia.
Saat membahas pembentukan forum di ndalem Sopingen, menurut Muhaimin, keluhan mengenai penggunaan Dana Keistimewaan yang kebanyakan untuk pentas seni tradisional sempat muncul. Keluhan ini, menurut dia, menjadi penguat anggapan pembangunan kebudayaan di DIY masih belum menyentuh persoalan subtansial. "Penguatan nilai kebudayaan yang berbasis pada etika dan relijiusitas masih belum tergarap," kata dia.
Karena itu, Badan pekerja organisasi ini berencana menggarap empat bidang kebudayaan. Keempatnya yakni, kesenian, sastra, pemanfatan multimedia dan arsitektur. "Untuk periode awal, kami berencana keliling desa dan masjid untuk mewacanakan gagasan forum ini," kata Muhaimin.
Deklarasi itu dihadiri tokoh beragam kelompok, termasuk dari Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Di antaranya, Budayawan Kotagede, Charis Zubair, Ketua Forum Persaudaraan Umat Beriman, Abdul Muhaimin, Emha Ainun Nadjib, Pengasuh Pesantren Kali Opak, Jadul Maula dan Pengasuh Pesantren Amumarta Jejeran, Bantul, Djawis Masruri. Ada juga sastrawan Iman Budi Santoso dan Musthofa W. Hasyim.
Sejumlah politikus juga mendatangi deklarasi itu. Dua politkus PKS, yang menjadi Anggota DPPRD DIY, Arif Nur Hartanto dan Zuhrif Hudaya hadir di acara tersebut. Adapun Sekretaris Jendral DPW Partai Nasdem DIY, Suryo Putro Nugroho ikut memandu diskusi peserta forum.
Adapun Charis Zubair, menganggap forum ini akan menjernihkan relasi antara budaya dan agama. Tokoh Muhammadiyah ini menilai aktivitas keagamaan bisa berdampingan dengan tradisi dan kreativitas kebudayaan. Lewat forum ini, dia juga berharap, tradisi musyawarah membahas beragam persoalan kembali hidup di antara kelompok Islam yang beragam.
Anggota DPRD DIY, Arif Nur Hartanto mengaku hadir di forum deklarasi itu sebagai bentuk apresiasi ke komunitas budayawan di DIY. Dia memita forum itu rajin berkomunikasi dengan anggota dewan untuk membahas banyak persoalan kebudayaan. "Kami berharap forum ini tak alergi ke lembaga formal seperti DPRD," kata dia.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM