TEMPO.CO, Surabaya - Ketua Protection of Forest & Fauna (Profauna) Indonesia Rosek Nursahid mengatakan pemindahan hiu tutul yang terjebak di kanal intake PLTU Paiton sangat rumit. "Memerlukan keahlian khusus," kata Rosek saat dihubungi Tempo, Rabu, 11 Februari 2015.
Menurut dia, kerumitan itu disebabkan oleh ukuran hiu tutul itu sangat besar dan tempat terdamparnya yang di kanal intake dari sebuah pembangkit tenaga listrik, bukan pesisir pantai seperti yang pernah terjadi selama ini. Untuk memindahkan hiu tutul itu diperlukan sebuah alat yang belum dimiliki Indonesia. Alat itu perlu digunakan agar tidak melukai hiu.
Hal ini sangat berbeda dengan pemindahan hiu tutul atau paus yang terdampar di pantai. Memindahkan hiu di pantai bisa dilakukan dengan cara konvensional yakni dengan menggiringnya ke laut.
Hiu tutul sepanjang delapan meter itu terjebak dalam kanal Pembangkit Listrik Tenaga Uap Paiton, Kabupaten Probolinggo, sejak sepekan lalu. Satwa dilindungi bernama latin Rhincodon typus ini dikabarkan masih hidup ketika terjebak kanal pembangkit listrik hingga Senin, 9 Februari 2015. Kanal PLTU Paiton adalah pintu untuk mengalirkan air laut sebelum diproses menjadi air tawar untuk kebutuhan pembangkit listrik.
Sebenarnya, satwa itu rencananya akan dievakuasi hari ini. Namun, kemarin satwa itu terlihat lemas kemudian mati. Bangkainya dikuburkan hari itu juga.
Ketua Tim Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar, Ikram M. Sangaji, mengatakan sudah berupaya menangani hiu tutul itu. Hingga kini dia juga belum mengetahui penyebab kematian hewan itu. "Kami evaluasi dan mitigasi dulu. Nanti baru akan kami sampaikan."
EDWIN FAJERIAL | DAVID PRIYASIDHARTA