TEMPO.CO, Surabaya - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melihat ada indikasi sejumlah pihak mengabaikan kasus pembantaian dukun santet yang terjadi di Banyuwangi dan sekitarnya pada 1998-1999. Menurut Ketua Tim Kajian Komnas HAM, Muhammad Nurkhoiron, indikasi itu tampak ketika pihanya mendatangi Kepolisian Daerah Jawa Timur dan Kodam V/Brawijaya.
Nurkhoiron mengatakan, Polda Jawa Timur mengaku tida bisa memberkan informasi apapun terkait kasus tersebut lantaran peristiwanya sudah lama. "Polda mengatakan, kalau diungkap kembali malah akan mengungkit masa lalu," kata Nurkhoiron dalam jumpa pers di Kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) Surabaya, Kamis, 12 Februari 2015.
Sikap yang sama dengan Polda sama juga disampaikan oleh Kodam V/Brawijaya. Kodam beralasan data lama seperti kasus pembantaian dukun santet pada 1998-1999 sudah tidak mungkin ditemukan. "Lima tahun saja bisa musnah,” ujar Nurkhoiron mengutip pernyataan yang diperoleh timnya dari pihak Kodam Brawijaya.
Komnas HAM juga mendapat pernyataan dari Polda dan Kodam V bahwa pengungkapan peristiwa masa lalu, terutama yang terjadi sebelum masa reformasi, akan sangat sulit. Apalagi waktu itu masih ada penyatuan TNI-Polri yang bernama ABRI. Dokumen-dokumen yang ada kemungkinan besar musnah atau dimusnahkan.
Menurut Nurkhoiron, seharusnya lembaga negara memiliki arsip meskipun menyangkut data-data lama. Komnas HAM yang juga sebagai lembaga negara seharusnya bisa mengakses data-data tersebut.
Baca Juga:
Upaya penanganan kasus pembantaian dukun santet yang dilakukan negara, melalui lembaga kepolisian saat itu, juga belum memuaskan. Dalam Berita Acara Pemeriksaan, para pelaku hanya dituduh melakukan tindak pidana biasa. Padahal peristiwa pembantaian dukun santet itu merupakan kejahatan luar biasa.
Karena itu Tim Kajian Komnas HAM akan menelusuri keberadaan keluarga, korban dan mereka yang dijadikan pelaku dalam aksi pembantaian itu.
Dengan adanya penyelidikan Tim Kajian Komnas HAM, Nurkhoiron berharap masyarakat Jawa Timur bisa saling mengawasi dan memantau agar hasil kajian sesuai dengan harapan publik. Ia juga berharap ada perhatian dari pemerintah, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah. Aparat TNI dan Polri harus bisa mengungkap dalang di balik kasus itu.
Komnas HAM, kata Nurkhoiron, tetap berkomitmen untuk terus menyelidiki kasus itu secara lebih mendalam. Hal itu merupakan amanat Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM. Dengan demikian kasus itu akan terungkap sebagai pelanggaran HAM berat dan dibawa ke Pengadilan HAM.
AGITA SUKMA LISTYANTI