TEMPO.CO, Pontianak - Mon, anak baru gede berusia 14 tahun yang menjual 32 teman-teman seusianya di Kalimantan Barat, sudah melakukan aksi itu sejak 2013. Ia membujuk kawan-kawannya agar bersedia melepas keperawanan mereka kepada pria dewasa.
Kasus prostitusi ini dijelaskan Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Barat Brigadir Jenderal Arief Sulistyanto pada Jumat, 13 Februari 2015, di kantornya, Pontianak.
Arief menuturkan, Sel, salah satu korban Mon, terjaring razia Satuan Polisi Pamong Praja Kalimantan Barat pada 8 Februari 2015. “Setelah diinterogasi, Sel sudah menjadi korban Mon sejak Desember 2013,” ujar Arief.
Mon membujuk Sel agar mau melepas keperawanannya dengan harga Rp 5 juta. Mon membawa Sel ke sebuah panti pijat tradisional bernama Tiara di kompleks Terminal Gajah Mada yang saat ini sudah ditutup polisi. Di panti ini, Sel bertemu dengan Mami, yang berprofesi sebagai muncikari.
Saat bertemu dengan Mami, Sel mengaku masih gadis. Mami kemudian menghubungi seorang temannya yang berinisial N. Di rumah N, yang kini diburu polisi, mereka menyepakati pembagian jatah hasil penjualan keperawanan Sel.
N meminta jatah Rp 300 ribu, Mon Rp 100 ribu, dan tiga perempuan lain, yakni Tr, Ang, dan Pen, Rp 200 ribu. Sel dijual kepada seseorang bernama Hen, tapi ternyata hanya dihargai Rp 2,5 juta. Hen mengulangi perbuatannya kepada Sel pada Mei 2014, dan membayar Rp 500 ribu. Mon mendapat tambahan imbalan Rp 100 ribu karena mempertemukan Sel dengan Hen.
Mon juga membawa Li, temannya juga, ke panti pijat yang sama pada November 2014. Mon mempertemukan Li dengan Mami, yang menawarkannya ke lelaki hidung belang dengan harga Rp 400 ribu. Lili pun melayani seorang pria. Dari transaksi itu, Mon mendapat Rp 50 ribu dan Pen mendapat Rp 100 ribu. Adapun Li mengantongi Rp 250 ribu.
“Kami akan ungkap lebih jauh sindikat prostitusi ini di Kota Pontianak. Mon dan Mami dikenai Pasal 88 UU Perlindungan Anak,” kata Arief.
ASEANTY PAHLEVI