TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Panitia Kerja Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Arwani Thomafi, mengatakan ada sepuluh poin yang disepakati dalam pembahasan revisi antara Panja dan pemerintah kemarin.
Pembahasan tersebut dilanjutkan hari ini. "Ini update terakhir hingga pukul 17.50," ujar Arwani melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo, Ahad, 15 Februari 2015.
Poin pertama, kata Arwani, Panja dan pemerintah sepakat memperkuat Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu sebagai penyelenggara pilkada. Poin kedua, disepakati syarat pendidikan kepala daerah tidak berubah, yaitu berpendidikan paling rendah SLTA atau sederajat. "Ketiga, syarat usia kepala daerah juga tak berubah, gubernur minimal 30 tahun serta bupati dan wali kota 25 tahun."
Poin selanjutnya yang disepakati adalah tahapan uji publik dihapus. Uji publik sempat menjadi perdebatan karena dianggap memperlama tahapan pilkada. Dalam beleid tersebut, uji publik dijadwalkan berlangsung selama enam bulan.
Kemudian, poin kelima adalah syarat dukungan untuk pasangan calon dinaikkan menjadi 3,5 persen. Poin keenam, pilkada dilakukan satu putaran. "Poin selanjutnya, penyelesaian sengketa dikembalikan ke Mahkamah Konstitusi. Lalu pembiayaan berasal dari APBD yang didukung APBN," kata Arwani.
Untuk jadwal pencoblosan, keduanya sepakat dilakukan pada Desember 2015 untuk kepala daerah yang habis masa jabatan pada 2015 dan semester pertama 2016. "Kemudian gelombang dua pada Februari 2017, gelombang ketiga pada Juni 2018, dan terakhir pilkada serentak nasional pada tahun 2027," tuturnya.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan pembahasan revisi beleid ini akan dilanjutkan hari ini untuk sinkronisasi. "Lalu hasilnya akan disampaikan dalam rapat Panja Komisi II, Senin, 16 Februari, sekaligus pandangan mini fraksi dan tanggapan pemerintah. Dengan demikian, Selasa bisa disahkan di paripurna."
TIKA PRIMANDARI