TEMPO.CO, Jakarta - Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional serta Kementerian Agama menyatakan satu dari sepuluh pernikahan di Indonesia berujung perceraian. Pada 2013, terjadi 354 ribu perceraian. Angka itu melonjak dari 285 ribu kasus pada 2010 dan menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat perceraian tertinggi se-Asia Pasifik.
Menurut psikolog Rose Mini, tren perceraian terus meningkat. “Meski data kuantitatif di atas tidak mencakup pasangan yang rujuk lagi, angkanya tetap tinggi,” katanya seperti ditulis Koran Tempo, akhir pekan lalu.
Menilik data di situs BKKBN, 80 persen kasus perceraian terjadi pada pasangan muda yang menikah selama 2–5 tahun. Alasan utama mereka memutuskan berpisah adalah merasa hubungan rumah tangga tidak harmonis.
Menurut Rose, ketidakharmonisan itu menunjukkan para pasangan muda belum memiliki keterampilan berumah tangga, yang meliputi komunikasi, adaptasi, ekspresi cinta, penguasaan masalah, dan hubungan seksual. “Yang paling penting adalah komunikasi,” ujar pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini.
Rose mengatakan perempuan dan laki-laki memiliki pola komunikasi yang bertolak belakang. Perempuan, dia menambahkan, cenderung berbicara panjang-lebar dan suka curhat, sementara kebanyakan laki-laki berbicara seperlunya dan langsung ke inti permasalahan. “Harus ketemu di tengah,” katanya.
Kebanyakan masalah komunikasi muncul akibat ketidakseimbangan di antara suami dan istri. Misalnya, Rose melanjutkan, satu pasangan menikah saat sama-sama baru lulus kuliah karena merasa nyambung dalam hal komunikasi. Seiring dengan berjalannya waktu, karier si suami melejit, sementara istrinya yang ibu rumah tangga tidak beranjak dari kesibukan domestik. “Terjadi ketidakseimbangan,” katanya. Dalam banyak kasus yang Rose hadapi, keharmonisan pasangan seperti itu goyah karena komunikasi mereka tidak lagi nyambung.
Untuk memecahkan masalah seperti ini, ujar Rose, pihak yang berada di atas, dalam kasus itu suami, harus “menarik” istrinya. Misalnya lewat sharing dan berbagi cerita tentang kesibukan dan hobi. Si istri juga bisa lebih proaktif dengan mencari informasi tentang kesukaan suaminya. “Paling mudah, ya, lewat Internet,” katanya.
Suami yang hobi mengutak-atik mobil dipastikan senang saat istrinya bisa mengidentifikasi jeroan mobil atau update dengan informasi otomotif. Sebaliknya, suami juga perlu mengetahui dunia istri. “Jangan sampai tidak tahu cabai merah keriting.”
REZA MAULANA