TEMPO.CO , Jakarta - Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Tony Spontana mengatakan bahwa pelaksaanan eksekusi mati gelombang kedua tak bisa ditunda maupun dibatalkan meski ada gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara maupun laporan ke Komisi Yudisial.
"Proses hukumnya kan sudah selesai ya. Hak hukum juga sudah diberikan dan grasi telah diputuskan. Jadi apa lagi yang ditunggu?" ujar Tony di Kejaksaan Agung, Senin, 16 Februari 2015.
Sebelumnya, Dolly James selaku pengacara dari terpidana mati dan anggota Bali Nine Andrew Chan dan Myuran Sukumaran memperkarakan keputusan Presiden Joko Widodo untuk menolak segala grasi terpidana narkotika ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Alasannya, Jokowi tidak memakai alasan yang jelas dalam menolak grasi.
Gugatan didaftarkan Rabu pekan lalu. Usai mendaftarkan gugatan, Dolly meminta Kejaksaan Agung dan Pemerintah Indonesia untuk menunda pelaksanaan hukuman mati karena proses hukum masih berjalan.
Tony mengatakan, untuk saat ini tak ada proses hukum yang bisa menunda pelaksanaan eksekusi hukuman mati. Ia pun mengatakan bahwa persiapan eksekusi gelombang kedua masih terus berjalan. "Jadi, tak ada penundaan," ujarnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung memastikan Chan dan Sukumaran termasuk dalam gelombang kedua eksekusi mati. Alasannya, grasi kedua terpidana kasus penyelundupan heroin pada 2005 itu ditolak Presiden Joko Widodo pada Desember 2014 dan Januari 2015. Chan dan Sukumaran mengupayakan berbagai cara untuk menunda atau bahkan membatalkan eksekusi tersebut.
Selain mencoba mengajukan peninjauan kembali untuk kedua kalinya, mereka menggugat keputusan grasi Presiden Jokowi ke pengadilan tata usaha negara. Sekarang, kedua terpidana mati yang juga anggota sindikat narkoba yang dikenal dengan nama Bali Nine itu tengah menunggu status atas nasib mereka di balik jeruji LP Kerobokan.
ISTMAN MP