TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Tony Spontana menganggap komentar Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon terkait rencana eksekusi mati gelombang kedua hanya sebagai imbauan. "Kami melihatnya itu imbauan saja. Semua pihak tentunya harus bisa memahami bahwa suatu negara memiliki pertimbangan tersendiri kenapa tetap menerapkan hukuman mati," ujar Tony, Senin, 16 Februari 2015.
Sebelumnya, Ban Ki-moon meminta pemerintah Indonesia untuk tidak mengeksekusi mati duo Bali Nine serta terpidana mati lainnya. Alasannya, PBB menentang segala bentuk hukuman mati apa pun alasannya karena bertentangan dengan hak asasi manusia.
Bahkan, menurut juru bicara PBB, Stephane Dujarric, Ban telah melakukan kontak terhadap Menteri Luar Negeri Retno Marsudi terkait dengan hal ini. Namun, sejauh ini, Kementerian Luar Negeri tetap mendukung rencana pemerintah Indonesia melakukan hukuman mati.
Tony merasa hukuman mati yang akan dilakukan Kejaksaan Agung terhadap duo Bali Nine dan terpidana kasus narkotika lainnya masih bisa dijustifikasi karena terkait dengan pidana berat. Tony berkata, Kejaksaan Agung memandang kasus narkotika sebagai kasus kriminal yang serius karena memakan banyak korban.
"Dan hukuman mati itu masih berupa hukum positif di Indonesia. Alhasil, putusan pengadilan yang menyangku hukuman itu tetap harus dijalankan," ujar Tony.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung memastikan Chan dan Sukumaran termasuk dalam gelombang kedua eksekusi mati. Alasannya, grasi kedua terpidana kasus penyelundupan heroin pada 2005 itu ditolak Presiden Joko Widodo pada Desember 2014 dan Januari 2015. Chan dan Sukumaran mengupayakan berbagai cara untuk menunda atau bahkan membatalkan eksekusi tersebut.
Selain mencoba mengajukan peninjauan kembali untuk kedua kalinya, mereka menggugat keputusan grasi Presiden Jokowi ke pengadilan tata usaha negara. Sekarang, kedua terpidana mati yang juga anggota sindikat narkoba yang dikenal dengan nama Bali Nine itu tengah menunggu status atas nasib mereka di balik jeruji LP Kerobokan.
ISTMAN M.P.