TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud Md., mengatakan status tersangka yang dipraperadilankan akan merisaukan penegakan hukum di Indonesia. Menurut dia, pengadilan telah mendobrak "pintu hukum yang tertutup" lantaran mengadili penetapan tersangka Komisaris Jenderal Budi Gunawan di praperadilan.
"Maka pintu PK (peninjauan kembali) juga bisa didobrak agar fair," katanya lewat Twitter, Senin, 16 Februari 2015.
Senin pagi, 16 Februari 2015, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan Budi Gunawan. Budi ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dan gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Budi dijerat dengan Pasal 12a atau b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11, atau Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Salah satu kasus gratifikasi membelitnya saat dia menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier Markas Besar Kepolisian RI 2003-2006.
Hakim Sarpin Rizaldi menyatakan penetapan tersangka Budi oleh KPK tidak sah karena beberapa alasan. Di antaranya Budi bukan pejabat negara, KPK tidak menyerahkan alat bukti penetapan tersangka, dan ada unsur pemaksaan dalam penetapan tersangka. "Tidak memenuhi unsur korupsi karena (Budi) bukan pejabat atau aparatur negara," kata Sarpin.
Menurut Mahfud, bila KPK dinilai tidak berwenang dan tak memiliki cukup bukti, kasus Budi Gunawan dapat diserahkan ke Kejaksaan Agung. Ihwal Budi dilantik atau tidak, Mahfud berpendapat itu merupakan hak presiden. "Urusan BG mau dilantik, itu hak Presiden. Boleh saja," cuit Mahfud.
DEWI SUCI RAHAYU