TEMPO.CO, Jakarta - Rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan revisi Rancangan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah menjadi Undang-Undang.
Meski sudah disahkan di tingkat satu atau komisi, sejumlah fraksi kembali memberikan catatan revisi saat paripurna.
"PKB minta agar Pilkada serentak nasional tak ditunda sampai 10 tahun lebih. Jadi diselenggarakan 2022," kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa, Abdul Malik Haramain, di ruang rapat paripurna, Kompleks Parlemen Senayan, 17 Februari 2015.
PKB mengusulkan agar DPR meninjau kembali pasal 201 ayat (5), (6), (7) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015. Pasal itu menyebutkan urutan pelaksanaan pilkada serentak, termasuk pilkada serentak nasional pada 2027.
"Kita butuh waktu 10 tahun lebih padahal kita sepakat bahwa bukan hanya efisiensi melainkan menertibkan kalendar politik," kata Abdul Malik.
Menurut Abdul penyelenggaraan pilkada serentak nasional 2027 tidak akan berimplikasi negatif. "Tentu itu lebih cepat dan konsekuensinya sama dengan pilkada 2027," kata Abdul Malik.
Politikus Partai Amanat Nasional Amran mengatakan Komisi Pemilihan Umum Daerah harus melakukan persiapan lebih matang menghadapi kecurangan perhitungan berjenjang di panitia pemilihan kecamatan.
"Bahwa ternyata hasil sengketa pemilu banyak terjadi saat rekapitulasi PPK. Tapi, yang dihapuskan justru penghitungan Panitia Pemungutan Suara tingkat kelurahan," kata Amran.
Sementara politikus Partai Nasional Demokrat mengatakan ambang batas kemenangan calon sebesar nol persen menunjukkan liberalisme.
"Ambang batas kemenangan 0 persen sangat liberal. Dukungan legalitas calon terpilih penting dalam rangka penguatan sistem demokrasi di daerah," kata seorang anggota partai Nasdem tanpa menyebutkan nama.
Nasem juga mengomentari soal kampanye dalam pertemuan terbatas seperti yang disebutkan di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 pasal 65 ayat (1). "Tolong dibuat rincian supaya tidak ada misinterpretasi."
Meski banyak masukan, pimpinan rapat sekaligus Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, segera mengetok palu pengesahan tanpa mengubah pasal-pasal yang diinterupsi.
"Dengan ini kita sepakat Undang-Undang disahkan, setuju?" kata Fadli.
PUTRI ADITYOWATI