TEMPO.CO, Jakarta - Rencana PT Adiperkasa Citra Lestari untuk memproduksi mobil di Indonesia dengan menggandeng Proton Malaysia mengundang kontroversi. Pasalnya, selama ini nama Adiperkasa tidak pernah terdengar dalam industri otomotif maupun manufaktur.
Dalam penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan Proton pada 6 Februari 2015 lalu, Adiperkasa diwakili oleh mantan Kepala Badan Intelijen Negara Abdullah Makhmud Hendropriyono, yang duduk sebagai Chief Executive Officer di Adiperkasa.
Pelaku industri otomotif mengaku tidak tahu-menahu soal Adiperkasa. Namanya juga tidak terdaftar di Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo).
Kepada Akbar Tri Kurniawan dan Ayu Primasandi dari Tempo, Komisaris Utama Adiperkasa Edi Yosfi menjelaskan sejarah perusahaannya, bagaimana Hendropriyono bisa bergabung dan masuk ke industri otomotif.
Edi Yosfi dikenal sebagai pengusaha minyak, gas bumi, dan pertambangan. Kamis, 12 Februari 2015, pekan lalu, Edi menjawab berbagai kecurigaan terhadap Adiperkasa.
Siapa pemilik Adiperkasa?
Dulu yang punya notaris. Sekarang perusahaan ini milik saya, Pak Chandra Eka Jaya, dan Pak Hendropriyono. Saya sebagai chairman, Hendro sebagai CEO, Chandra sebagai CFO.
Dulu Adiperkasa perusahaan apa?
Belum jalan. Benar-benar perusahaan baru.
Alamat Adiperkasa masih di kantor notaris di Rukan Tendean?
Alamat di Menara Kuningan. Kami sedang siapkan kantor.
Kalau Hendro, sudah lama di bisnis otomotif?
Dulu beliau dengan Tomy Winata mengimpor Carnival dan Carens. Rupanya dulu cuma disuruh untuk menjual saja di sini.
Bagaimana awal MoU Proton-Adiperkasa?
Kerja sama ini kami lakukan B to B, antara Adiperkasa dan Proton Holdings Bhd. Adiperkasa ini spesial kami beli untuk urusan ini. Bikin perusahaan itu lama. Perusahaan ini kami beli pada 2013, lalu dipakai sebagai vehicle untuk MoU.
Kenapa pilih Proton?
Mahathir mendatangi saya di akhir 2014. Ia bercerita mengenai cita-citanya agar kalau bisa orang Asia punya kendaraan sendiri, kendaraan ASEAN. Tapi, Mahathir tidak tahu mulai dari mana. Makanya kami mulai dengan studi kelayakan selama enam bulan ke depan. Studi ini yang menentukan apakah proyek ini layak atau tidak. Kami tidak gunakan dana pemerintah atau BUMN.
AKBAR TRI KURNIAWAN | AYU PRIMASANDI