TEMPO.CO, Padang - Peneliti Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, sikap Presiden Joko Widodo menentukan berakhir atau tidaknya permasalaahan Komisi Pemberantasan Korupsi versus Kepolirian RI dengan baik. Presiden harus menunjukan sikap berada bersama Komisi Pemberantasan Korupsi."Atau malah akan lebih hancur," katanya ketika dihubungi Tempo, Rabu 18 Februari 2015.
Menurut Feri, penetapan Abraham Samad sebagai tersangka semakin menguatkan bahwa yang dilakukan kepolisian hanya untuk membumihanguskan KPK. "Perbuatan itu semakin meyakinkan saya KPK memang hendak dihancurkan," ujarnya.
Feri mengatakan, sekecil apa pun kasus akan dibesarkan polisi untuk membuat KPK semakin tersandera. Saat ini dengan nyata musuh utama pemberantasan korupsi di negara ini adalah polisi.
Jika KPK dibiarkan seperti ini, maka negara ini akan terjerembab ke dalam jurang korupsi. Kata Feri, sekarang tidak saja mengimbau moral rakyat, tapi mengajak rakyat untuk perang.
"Kita tabuh genderang perangi kepolisian. Rakyat harus berbaris membela KPK. Jangan tanggung-tanggung untuk menyelamatkan republik ini," katanya.
Menurut Feri, yang harus dilakukan presiden adalah memilih Kapolri yang tidak menimbulkan ketegangan pulik. Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, presiden memiliki kewenangan penuh mengakhiri semua dilema rumit ini."Intinya penyelesaian masalah ini hanya ada di presiden," kata Feri.
Ratusan aktivis, akademisi, masyarakat dan mahasiswa yang tergabung ke dalam Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat menggelar aksi mimbar bebas, dengan tema Robohnya Peradilan Kami. Aksi damai yang diisi dengan rabab dan pergelaran puisi tersebut digelar di depan kantor Gubernur Sumatera Barat hingga pukul 23.00 WIB, Selasa 17 Februari 2015.
ANDRI EL FARUQI