TEMPO.CO, Bandung- Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri bekerja sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) akan melakukan penelitian mengenai kesiapan masyarakat Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang akan mulai berlaku akhir 2015.
"Beberapa bulan ke depan kami akan meneliti sejauh mana kesiapan para pelaku usaha di Indonesia menyongsong MEA, sehingga nantinya bisa tahu sektor apa yang siap dan yang tidak siap" ujar Kepala BPPK Kemenlu, Darmansjah Djumala dalam Diskusi Forum Kajian Kebijakan Luar Negeri di Universitas Parahyangan, Jalan Ciumbuleuit, Kota Bandung, pada Rabu, 18 Februari 2015.
Menurut Darmansjah, hasil penelitian itu akan menjadi bahan pertimbangan pemerintah Indonesia mengenai strategi yang akan dipakai dalam MEA. "Itu akan menjadi pedoman pemerintah, yang di dalamnya mengatur regulasi barang keluar dan masuk," katanya.
Darmansyah menuturkan ada semacam mitos yang berkembang di masyarakat jika nanti setelah diberlakukan MEA, barang-barang dari negara-negara Asean akan menyerbu pasar Indonesia. "Padahal Indonesia pun memiliki peluang yang sangat besar untuk menyerbu pasar Asean," kata dia.
"Awal 2016, sebanyak 480 juta pasar di luar sana terbuka bagi kita, jangan berpikir kita aja yang diserang, kitapun bisa menyerang, tergantung produk apa yang akan kita jual di pasar asean itu," kata Darmansjah.
Adanya liberisasi ekonomi di Asean, Darmansjah menuturkan, persaingan akan semakin tinggi dan efisiensi produk akan semakin besar karena jangkauan pasarnya sangat luas. "Ini merupakan hikmah dari liberalisasi MEA, kita harus balance, jangan terlalu pesimis tapi harus melihat sisi optimianya," kata dia
Sementara itu, Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional Unpar, Bob S. Hadiwinata menyatakan sangat sulit bagi Indonesia jika MEA mulai diberlakukan. "Kecuali bertahap, saya kira indonesia akan bisa bertahan," kata dia.
Hadiwinata menuturkan, kebijakan MEA merupakan tiruan dari sistem ekonomi liberal Uni Eropa, yaitu perekonomian negara-negara Eropa di atur dalam satu pintu sistem ekonomi bersama. "Namun meski begitu tetap berbeda dengan negara-negara Uni Eropa yang mulai dari pasar bersama baru kemudian ke wilayah ekonomi bersama, sehingga telah siap seluruhnya," kata Hadiwinata.
"Asean itu kan organisasi yang diinisiasi oleh para pemimpin sehingga rakyat kecil ketika ditanya Asean itu apa cenderung tidak tahu karena tidak merasakan secara langsung manfaatnya, berbeda dengan Uni Eropa yang memang dirasakan langsung oleh rakyat kecil, seumpama panen gagal, petani disubsidi langsung oleh Uni Eropa," katanya.
AMINUDIN