TEMPO.CO , Makassar: Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad sudah mengetahui bahwa dia menjadi target operasi polisi. Bahkan, Abraham Samad diincar sejak tahun lalu. Hal itu diungkapkan sahabatnya yang tergabung dalam tim advokasi Abraham Samad di Sulawesi Selatan, Syamsuddin Alimsyah.
"Sejak tahun lalu, AS sudah tahu diincar," ucap Syamsuddin yang juga Direktur Komite Pemantau Legislatif (Kopel), Rabu, 18 Februari 2015.
Menurut Syamsuddin, Samad dan pimpinan KPK saat ini ingin dilengserkan lantaran kinerjanya yang semakin berani mengungkap koruptor kelas wahid, baik itu menteri, ketua partai maupun jenderal.
Karena itu, Syamsuddin menilai upaya kriminalisasi pimpinan KPK saat ini telah membabi-buta. Hal itu terlihat dari kasus-kasus yang menjerat Samad dkk bukan perkara besar dan sudah lama. "Ini bukan soal bukti, tapi agendanya adalah orangnya out dari KPK," ucap Syamsuddin.
Kasus pemalsuan dokumen administrasi kependudukan yang menjerat Samad dinilainya janggal dan dibuat-buat. Sebab, kasus ini terjadi 2007 dan tidak pernah muncul maupun dipersoalkan, termasuk saat seleksi pimpinan KPK pada 2011. "Saat rekam jejak, semua dilibatkan mulai Polri sampai BIN, tapi kasus ini tidak ada," ucap dia.
Koordinator tim advokasi Abraham Samad di Sulawesi Selatan, Adnan Buyung Azis, menyampaikan pendapat serupa. Samad memang sejak awal telah mengetahui akan dijadikan tersangka oleh kepolisian. "AS sudah tahu BG akan dimenangkan (dalam praperadilan) dan dia akan ditetapkan tersangka," tutur Adnan.
Pada Selasa lalu, Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat menetapkan Ketua KPK Abraham Samad sebagai tersangka kasus pemalsuan dokumen administrasi kependudukan. Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Selatan dan Barat, Komisaris Besar Endi Sutendi, mengatakan Samad menjadi tersangka sejak Senin pekan lalu. “Dia terancam hukuman penjara maksimal delapan tahun,” kata Endi.
Endi membantah adanya kesengajaan penyidik kepolisian yang baru menetapkan Abraham Samad sebagai tersangka, usai Komisaris Jenderal Budi Gunawan dinyatakan menang dalam praperadilan, Senin, 16 Februari. "Tidak ada kaitannya. Sama sekali kami tidak tunggu momen. Semuanya itu murni teknis penyidikan," kata dia.
TRI YARI KURNIAWAN