TEMPO.CO, Jakarta - Pengemudi taksi Express, Tony Zahar, 53 tahun, yang ditemukan tewas di Jalan Raya Rawa Bambu RT 13 RW 05, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu, 18 Februari 2015, ternyata pernah tinggal di Singapura. Dia tinggal bukan untuk bekerja, melainkan menempuh pendidikan.
Teman korban, Hari, 52 tahun, mengatakan, saat itu, orang tua Tony dan orang tuanya bekerja di Kedutaan Besar Indonesia di Singapura. "Kami menempuh pendidikan dasar di Sekolah Indonesia Singapura," kata Hari di Tempat Pemakaman Umum Menteng Pulo, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis, 19 Februari 2015.
Hari menuturkan, setelah lulus sekolah dasar, dia tidak mengetahui keberadaan Toni. Mereka tak lagi bertukar kabar. "Saya kaget dia meninggal tragis," ujarnya.
Saudara ipar Tony, Jhoni Indarto, 49 tahun, mengatakan keluarga korban merupakan keluarga mapan karena orang tuanya bekerja di kedutaan besar. "Dari kecil kebiasaan dia disayang," katanya.
Muhammad Ridwan, 20 tahun, anak Tony, mengatakan ayahnya menikah tiga kali. Pertama, kata dia, dengan orang Malaysia, lalu cerai. Kedua, dengan Dewi Marina, 38 tahun, yang merupakan ibu Ridwan. "Pernikahan itu berujung cerai," katanya.
Setelah cerai, kata Ridwan, ayahnya menikah lagi dengan Siti Masitoh, 38 tahun. Dari pernikahan itu, Tony memiliki tiga anak, yaitu Adin, 10 tahun, Nela (8), dan Kintara (6).
Tony ditemukan tewas dalam posisi duduk tertelungkup di balik kemudi taksi Express B-1595-ETB dengan nomor badan DC7177. Di dalam taksi itu ditemukan barang milik korban berupa tas yang berisi dompet berwarna cokelat, kartu tanda penduduk, kartu Siaga Bukopin, buku tabungan Mandiri atas nama Siti Murniati, satu telepon seluler merek Cross, dan dua telepon seluler Nokia.
HUSSEIN ABRI YUSUF