TEMPO.CO, Jakarta - Sosiolog Universitas Indonesia, Imam Prasodjo, mengatakan gerakan “Tersangkakan Saya”, yang diungkapkannya saat mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi Rabu kemarin, adalah suatu gerakan satire.
"Ini bukan satu gerakan aktif, hanya bersifat sindiran kepada pemerintah," katanya saat dihubungi Tempo, Sabtu, 21 Februari 2015.
Menurut Imam, dia bersama semua sivitas akademika dan alumnus Universitas Indonesia sepakat menolak segala upaya kriminalisasi terhadap pimpinan KPK. Sebab, mereka khawatir ini akan berujung pada pelemahan KPK untuk memberantas korupsi.
Dia juga menyayangkan sikap pemerintah, dalam hal ini Kepolisian Republik Indonesia (Polri), yang dengan mudahnya menjadikan seseorang tersangka, seperti yang dilakukan terhadap Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Begitu pula sangkaan terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan, dan 21 penyidik KPK lainnya.
Terlebih lagi, hal ini terjadi setelah KPK mengumumkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan, yang saat itu masih jadi calon Kapolri, sebagai tersangka kasus rekening gendut. "Padahal, kan, dalam hukum ada aturan mainnya sendiri," katanya.
Melalui gerakan satire “Tersangkakan Saya” ini, dia juga ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa mereka dapat lebih peka membaca kondisi politik pemerintah saat ini. "Saya harap mereka dapat membaca dengan jeli makna yang terkandung di balik aksi ini."
Sebelumnya, Kamis kemarin, Universitas Indonesia juga menggelar aksi pernyataan sikap terkait dengan kondisi KPK saat ini. Intinya, mereka menginginkan agar semua elemen masyarakat menolak upaya pelemahan terhadap KPK dalam memberantas korupsi.
Selain memberikan pernyataan resmi, UI mengajak seluruh masyarakat untuk bergabung dalam aksi nyata pemberantasan korupsi oleh sivitas akademika UI yang akan diselenggarakan pada Minggu, 22 Februari 2015, di area Bundaran HI pada pukul 09.00. UI juga akan mengadakan long march pada Rabu, 25 Februari 2015, dengan jalur dari gedung FKUI Salemba sampai gedung KPK.
YOLANDA RYAN ARMINDYA | AISHA SHAIDRA