TEMPO.CO, Jakarta - Tudingan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel bahwa ada permainan mafia beras di balik melonjaknya harga beras saat ini dibantah oleh pedagang beras.
Ketua Dewan Perwakilan Daerah Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) DKI Jakarta Nelly Soekidi mengatakan stok beras di pasar masih kurang. Padahal Bulog sudah melakukan Operasi Pasar hingga 9 Februari 2015. "Itu saja masih kurang," kata Nelly kepada Tempo, Jumat, 20 Februari 2015.
Menurut Nelly, naiknya harga beras saat ini lebih karena kurangnya pasokan beras. "Gimana bisa menimbun beras kalau stoknya saja enggak ada?" kata Nelly.
Nelly menjelaskan kebutuhan beras di Pasar Induk Cipinang per hari mencapai 2.500-3.000 ton. Namun nyatanya, kata Nelly, pasokan hanya ada 1.000 ton per hari. "Ya, otomatis harga naik," ujarnya.
Pemerintah, kata Nelly, seharusnya berkewajiban mengisi pasokan beras sehingga harga beras kembali stabil. Saat ini, Nelly mengungkapkan, harga beras mencapai Rp 11 ribu per kilogram. "Ini yang harus diperbaiki, bukan malah menyalahkan pedagang," katanya.
Menurut Nelly, sebaiknya pemerintah tak asal menyalahkan pedagang akibat harga beras yang membubung tinggi. Pemerintah harusnya, kata Nelly, memberikan solusi dengan menambah pasokan beras di pasar. "Bukan malah saling menyalahkan gini," ucapnya.
Menteri Perdagangan Rachmat Gobel menuding adanya mafia beras di balik lonjakan harga beras saat ini. Pasalnya, kata Gobel, sejak Desember 2014 hingga Januari 2015, Bulog sudah menggelar Operasi Pasar dengan menggelontorkan 75 ribu ton beras kepada pengelola Pasar Cipinang, PT Food Station, dengan harga gudang Rp 6.800.
Seharusnya, kata Gobel, pedagang menjual kepada konsumen dengan harga Rp 7.400 per kilogram. Namun nyatanya, tidak ada pedagang yang menjual beras dengan harga segitu. Padahal, dengan menjual seharga Rp 7.400, pedagang sudah untung Rp 600 per kilogram. "Ini, kan, tidak wajar. Harga naik 30 persen. Ini ada pedagang yang main nimbun-nimbun," kata Gobel.
DEVY ERNIS