TEMPO.CO, Jakarta - Dua lampu sorot berwarna putih menatap lurus ke salah satu lapangan bulu tangkis yang berada di gedung olahraga milik klub Pelita Bakrie, Cengkareng, Jakarta Barat.
Di satu kotak lapangan berdiri mantan juara dunia bulu tangkis, Icuk Sugiarto. Tangannya sibuk menepuk-nepuk shuttlecock. Sedangkan lawannya, Tommy Sugiarto, bergerak maju-mundur mengembalikan bola yang masuk ke areanya.
Setiap pagi selama enam hari, Icuk kembali harus memegang raket dan turun ke lapangan. Sejak Tommy memutuskan mundur dari pemusatan latihan nasional Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia di Cipayung, Jakarta Timur, awal Januari lalu, hari-hari Icuk bertambah padat.
Ia tidak hanya berperan sebagai seorang ayah, tapi juga menjadi pelatih, manajer, sekaligus motivator. "Semua saya jalani demi menjaga Tommy tetap di peringkat 10 besar dunia," kata Ketua PP PBSI Provinsi DKI Jakarta ini kepada Tempo, Jumat, 20 Februari 2015.
Keputusan Tommy mundur dari pelatnas Cipayung disambut baik oleh Icuk, yang juga menjabat Wakil Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia DKI Jakarta. Dia menilai penampilan Tommy terlihat kurang optimal sepanjang tahun 2014.
Hal itu bisa dilihat dari peringkat Tommy, yang dulu pernah duduk di posisi ketiga dunia dari Badminton World Federation tapi kini anjlok ke urutan ke-11. Menurut Icuk, pilihan untuk mundur dan berlatih ke klub adalah upaya untuk memperbaiki permainan sekaligus meningkatkan kepercayaan dirinya.
Di nomor tunggal putra, saat ini Indonesia hanya punya Tommy, yang berada di peringkat sepuluh besar dunia. Keinginan memperbaiki permainan tidak lepas dari ambisi Tommy yang ingin tampil di Olimpiade Rio de Janeiro, Brasil, 2016. Jika ingin bermain langsung di Brasil nanti, ia mesti masuk ke peringkat lima besar dunia.
Tommy mengatakan merasa jauh lebih mudah merebut tiket langsung ke Olimpiade saat berada di luar pelatnas. "Saya lebih enjoy saja sekarang," kata dia.
Bukan kali ini saja Tommy memilih keluar dari pelatnas. Pada 2010, ia pernah mundur dari Cipayung. Lalu, PBSI kembali memanggilnya tiga tahun kemudian.
Namun, selama dua tahun bergabung di pelatnas (2013-2014), Tommy mengatakan sulit menjalin kerja sama dengan pelatih. Ia pun lagi-lagi memutuskan untuk mundur. "Bermain di klub tidak ada beban dan tuntutan untuk menang. Sekarang tanggung jawab saya hanya ke sponsor," kata dia. "Lebih profesional, lah."
Misi masuk ke jajaran lima besar dunia sudah ia rancang dengan matang. Dalam dua bulan ke depan, ia menjadwalkan bermain di lima turnamen, yaitu All England, Swiss, India, Malaysia, dan Singapura. Lima kejuaraan itu berlevel grand prix gold, super series, dan super series premier.
Ia berharap bisa membawa pulang satu gelar yang menjadi targetnya tahun ini. Namun, jika meleset, setidaknya ia ingin tampil konsisten hingga akhir tahun ini. "Minimal kalau bisa menembus semifinal, peringkat delapan besar di Mei nanti bisa saya raih," ucapnya.
ADITYA BUDIMAN