TEMPO.CO, Semarang--Rantimah, 52 tahun, berusaha melepas bayang-bayang kecelakaan maut pada Jumat siang lalu. Ia mendengar puluhan orang menjerit ketika bus yang mereka tumpangi menabrak pembatas jalan sebelum berguling-guling di ruas tol Jatingaleh, Semarang, Jawa Tengah.
Ia juga melihat sendiri begitu banyak orang yang terjepit dalam tubuh bus yang rusak berat. Darah berceceran di mana-mana. Sebanyak 18 orang belakangan tewas akibat kecelakaan itu, sedangkan 21 mengalami luka berat dari total 64 penumpang. “Kalau saya ingat suara-suara itu, ngeri sekali,” kata Rantimah, setiba di kantor Kecamatan Dander, Bojonegoro, Jawa Timur, Sabtu lalu.
Sebagian besar korban kecelakaan bus PO Sang Engon itu memang warga Desa Dander. Mereka berada di antara kelompok pengajian pimpinan Kyai Syarif Hidayatullah, satu di antara korban tewas, setelah melakukan perjalanan dari Pekalongan, Jawa Tengah.
Rantimah selamat karena masuk ke kolong kursi sesaat sebelum dia bus tersebut berguling-guling. “Saat masuk tol menjelang Dzuhur, saya memang sudah merasa tidak enak,” kata dia, mengisahkan. “Saya kok merasa bus seperti terbang setiap jalan menurun.”
Seorang penumpang selamat lainnya, Suhartono, juga mengatakan bus itu melaju dengan kecepatan tinggi. “Kami keluar dari jendela kaca yang pecah,” katanya.
Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Brigadir Jenderal Nor Ali, menduga bus tersebut melaju dengan kecepatan 100 kilometer per jam sesaat sebelum celaka, jauh dibanding kecepatan yang seharusnya di jalur menikung tersebut, yakni 40 kilometer per jam. Dugaan itu diperkuat oleh Kepala Jasa Marga Semarang, Bagus Cahya, yang mengatakan lokasi kecelakaan tersebut tidak tergolong rawan kecelakaan. “Kecelakaan terjadi karena kecepatan tinggi,” tutur dia.
Mohammad Husen, 56 tahun, sopir bus, termasuk di antara korban selamat. Dia menyangkal bus anggapan bahwa bus itu ngebut. “Kecepatan normal. Hanya tiba-tiba saat menikung, rem tidak bisa dikendalikan,” katanya.
SUJATMIKO | SOHIRIN
Berita Menarik:
Ternyata Hubungan Presiden Jokowi dan Megawati Belum Normal