TEMPO.CO, Makassar- Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan dituding diskriminatif soal penetapan tersangka Abraham Samad, ketua KPK non-aktif, dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen administrasi kependudukan. Pasalnya, dalam kasus ini diketahui cukup banyak pihak yang terlibat. Lagi pula, perkara serupa diyakini banyak dilakukan oleh orang lain.
"Jelas ada diskriminasi hukum. Gimana dengan yang buat dokumen itu? AS (Abraham Samad) dijadikan tersangka karena menjadi target operasi. Skenarionya, AS harus tersangka," kata koordinator tim advokasi Abraham Samad di Sulawesi Selatan, Adnan Buyung Azis, kepada Tempo, Minggu, 22 Februari. Dengan status tersangka, Samad pun akhirnya dilengserkan dari KPK.
Kasus ini bermula dari laporan Ketua LSM Lembaga Peduli KPK-Polri, Chairil Chaidar Said, ke Bareskrim Polri dan dilimpahkan ke Polda Sulawesi Selatan dan Barat per 29 Januari. Polda kemudian menetapkan Feriyani Lim sebagai tersangka, 2 Februari lalu. Feriyani lalu melaporkan Samad dan seorang rekannya bernama Uki ke Bareskrim dalam kasus serupa.
Selanjutnya, kepolisian melakukan gelar perkara di Markas Polda Sulawesi Selatan dan Barat, 9 Februari. Hasilnya, Samad ditetapkan tersangka, namun Uki tidak ditetatpkan tersangka. Kepolisian baru mengumumkan status tersangka Samad pada 17 Februari alias sehari setelah kemenangan Komisaris Jenderal Budi Gunawan dalam sidang praperadilan.
Saat ini, Adnan menjelaskan pihaknya tengah mengumpulkan bukti guna menangkis tuduhan yang dialamatkan ke Samad. Usai mangkir pada pemeriksaan perdana, mantan pengacara itu diagendakan diperiksa di Markas Polda Sulawesi Selatan dan Barat, Selasa, 24 Februari. "Tentu, AS akan kooperatif," ucap Adnan yang juga kuasa hukum Samad.
Kendati demikian, Adnan menyatakan pihaknya bisa belum memastikan Samad memenuhi panggilan kedua penyidik. Pasalnya, belum ada konfirmasi mengenai diterimanya surat panggilan itu. "Kami masih tunggu informasinya dari AS maupun tim kuasa hukum di Jakarta," tuturnya. Ia pun berharap tak lagi ada kesalahan pencantuman alamat dari penyidik.
Adnan menjelaskan, para kuasa hukum Samad di Makassar, telah melakukan gelar perkara perihal kasus yang menjerat kliennya. Beberapa rekomendasi muncul. Salah satunya, kepastian tidak melakukan gugatan praperadilan, seperti yang ditempuh Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Sebab, itu cuma merusak tatanan hukum. "Juga ada rencana melapor balik, tapi belum diputuskan," ucapnya.
Juru bicara Polda Sulawesi Selatan dan Barat, Komisaris Besar Endi Sutendi, mengatakan pihaknya sudah melayangkan surat panggilan kedua untuk pemeriksaan Samad sebagai tersangka. Alumnus Universitas Hasanuddin itu diagendakan diperiksa di Markas Besar Polda Sulawesi Selatan dan Barat, Selasa, 24 Februari.
Mengenai penetapan tersangka Samad dan Feriyani Lim, Endi menyebut sesuai prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku. Pihaknya sama sekali tidak menyentuh kasus serupa yang diadukan Feriyani dengan terlapor Samad dan Uki. "Kami cuma fokus pada kasus yang kami tangani. Tersangkanya baru dua orang," tuturnya.
Soal saksi-saksi, Endi menuturkan jumlahnya mencapai 23 orang. Para saksi itu diperiksa di Makassar dan Jakarta. Namun, Endi mengaku tidak mengetahui detail siapa saja saksi yang telah diambil keterangannya. Sedang, perihal gugatan praperadilan, kepolisian mempersilakan Samad maupun kuasa hukumnya untuk menempuh jalur tersebut.
TRI YARI KURNIAWAN