TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 pada Rabu, 18 Februari 2015. Penerbitan perpu ini untuk mengisi tiga kursi pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi yang kosong.
Dua pemimpin KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, harus menghadapi proses hukum karena menjadi tersangka di Polri. Sedangkan satu kursi lagi kosong karena masa jabatan Busyro Muqoddas sudah berakhir.
Perpu ini merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Fokus perpu tersebut adalah penambahan Pasal 33A dan 33B pada UU itu, yang menyangkut terjadinya kekosongan pemimpin KPK. Dalam UU itu disebutkan pimpinan KPK bekerja secara kolektif.
“Untuk tetap mempertahankan keberlanjutan kepemimpinan KPK, perlu dilakukan pengisian kekosongan keanggotaan pemimpin KPK secara cepat agar tidak menghambat proses pemberantasan korupsi,” bunyi penjelasan perpu itu, seperti dikutip dari situs Sekretariat Kabinet, Senin, 23 Februari 2015.
Selain itu, menurut perpu ini, pengisian keanggotaan sementara KPK sangat diperlukan untuk tetap menjamin kinerja KPK sebagai lembaga negara.
Berdasarkan penjelasan Perpu Nomor 1 Tahun 2015, berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2002, pemilihan dan penetapan pemimpin KPK dilakukan melalui seleksi dan penilaian oleh DPR, dan hasilnya disampaikan kepada presiden untuk ditetapkan. Namun mekanisme itu dinilai membutuhkan waktu yang cukup lama.
“Apabila tidak dilakukan pengisian kekosongan keanggotaan KPK secara cepat, akan berdampak pada menurunnya kredibilitas Indonesia dalam pemberantasan tindak pidana korupsi,” bunyi penjelasan perpu tersebut. Karena itu, untuk menjaga komitmen dan konsistensi dalam pemberantasan korupsi serta memperhatikan aspirasi masyarakat yang berkembang, presiden, sesuai dengan kewenangannya, perlu menerbitkan perpu.
IQBAL MUHTAROM