TEMPO.CO,Yogyakarta Waktu eksekusi terpidana mati kasus narkotika Mary Jane Fiesta Veloso belum jelas. Sebab, terpidana warga Filipina itu tengah mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK). Padahal grasinya sudah ditolak oleh Presiden Joko Widodo.
"Proses PK sudah jalan," kata Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta Tri Subardiman, Senin, 23 Februari 2015.
Kepastian waktu eksekusi itu, kata Tri, harus sudah jelas kepastian hukumnya. Karena terpidana melakukan upaya PK, maka proses ini juga harus dihormati.
Menurut Tri, kasus Mary Jane berbeda dengan kasus terpidana mati yang masuk jaringan Bali Nine. Untuk kasus terpidana warga Australia yang masuk jaringan Bali Nine, mereka mengupayakan PK terlebih dulu lalu mengajukan grasi ke presiden.
Sedangkan Mary Jane mengajukan PK setelah grasinya ditolak Jokowi pada akhir 2014. Penolakan tersebut tertuang pada surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 31/G 2014 berisi penolakan grasi terhadap Mary Jane.
Tri mengatakan saat ini pihaknya berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung. Dia mengatakan Kejaksaan Tinggi DIY bersiap-siap untuk pelaksanaan eksekusi. Hanya saja waktu dan tempat belum diungkapkan. "Kapan pun, kami siap untuk melaksanakan eksekusi, namun waktu dan tempat belum bisa dipastikan," kata dia.
Mary Jane ditangkap di Bandara Adisutjipto, Sleman, pada April 2010 karena kedapatan hendak menyelundupkan narkotika jenis heroin seberat 2,6 kilogram. Mary Jane kemudian diproses hukum dan divonis mati oleh pengadilan negeri Sleman.
Kepala Bidang Humas Polda Daerah Istimewa Yogyakarta Ajun Komisaris Besar Anny Pudjiastuti menyatakan, pihaknya juga belum diajak koordinasi soal eksekusi mati salah satu terpidana mati itu. Tetapi, jika sewaktu-waktu dibutuhkan untuk pengamanan bahkan eksekusi jelas siap. "Kalau di Nusakambangan eksekusinya, maka Polda setempat yang diberi tugas. Tetapi jika di Yogyakarta maka kami akan ikuti koordinasinya," kata dia.
MUH SYAIFULLAH