TEMPO.CO, Tangerang - Meirika Franola, 45 tahun, terpidana mati kasus narkotika heroin 3,5 kilogram yang mendapat pengampunan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan hukuman seumur hidup kembali dituntut mati Kejaksaan Negeri Tangerang.
Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Tangerang, Andri Wiranofa kepada Tempo, 23 Februari 2015 mengatakan Ola kembali berhadapan dengan meja hijau karena kasus narkotika. "Tidak ada barang bukti narkoba, tetapi dia terlibat jaringan narkotika internasional, maka kami menuntut hukuman mati,"kata Andri.
Andri memastikan Tim Jaksa Penuntut Umum menolak pledoi (pembelaan) Ola dengan sebuah replik. "Kami menolak pembelaannya dengan replik yang berisi tetap pada tuntutan mati,"kata Andri.
Dalam waktu dua pekan ke depan nasib Ola akan ditentukan majelis hakim dengan persidangan pembacaan vonis. Andri menyatakan dalam kasus kedua Ola, tidak ada barang bukti narkoba dari tangan Ola. "Dia (-Ola) terlibat jaringan internasional narkotika yang berkaitan dengan terdakwa lain,"kata Andri.
Dalam catatan Tempo, Ola pernah divonis mati pada 22 Agustus 2000 di Pengadilan Negeri Tangerang. Ola, Rani Andriani alias Melisa Tania dan Deni Setya Maharwan bersekongkol menyelundupkan heroin. Rani telah dieksekusi mati.
Di Lembaga pemasyarakatan Wanita Dewasa Kelas 1 Tangerang, Ola telah menjalani hukuman penjara lebih dari 10 tahun.
Dalam kasusnya Ola dikaitkan dengan penangkapan seorang kurir narkoba bernama Nur Aisyah oleh Bea-Cukai di Bandara Husein Sastranegara, Bandung. Ketika itu, Aisyah tiba dari Kuala Lumpur, Malaysia dengan AirAsia dan membawa 775 gram sabu-sabu. Saat diperiksa, dia menyebut nama Ola. Disebut-sebut pengiriman sabu-sabu itu diatur oleh Ola dari penjara.
Nur Aisyah direkrut dengan bekal uang Rp 7 juta. Dia diperintahkan mengambil sabu-sabu dari India. Dia terbang ke India dari Surabaya dan transit di Singapura. Di Bangalore, India, dia bertemu dengan lima warga Nigeria yang memberinya sabu-sabu. Barang haram itu diselipkan ke dalam tas punggungnya.
Atas perkara ini, Ola dituntut mati dengan dijerat pasal 142 ayat 2 junto 137 Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang narkotika. Kepada Tempo yang menemuinya di sel tunggu Pengadilan Negeri Tangerang, Ola membantah terlibat jaringan. "Saya tidak lagi terlibat (-jaringan) saya sudah tobat, saya terima hukuman mati. Kalau saya dapat grasi itu juga tidak bayar,"kata Ola.
Bahkan Ola mengatakan mengiklaskan tuntutan mati atas dirinya. "Apalagi yang mau-(-diekspose) dari saya. Saya isi hari-hari saya dengan menulis, mendalami teologi, membatik, silakan datang (-ke penjara) atau pura-pura jadi terpidana supaya lihat saya, kalau saya bohong,"kata Ola.
Dia merasa sudah berat menjalani kehidupan di penjara. "Saya cukup kehilangan Rani, ponakan saya. Tapi saya akan jaga dia nama baiknya. Ada hal yang saya tidak akan ungkap karena saya amanat Rani supaya saya ikhlas. Mendingan Anda carikan saya editor untuk buku saya tentang edukasi bagi pengguna narkoba,"katanya seraya meminta Tempo.
AYU CIPTA