TEMPO.CO, Yogyakarta - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Istimewa Yogyakarta menyiapkan administrasi menjelang eksekusi terpidana mati kasus narkotik, Mary Jane Fiesta Veloso, 29 tahun, warga Filipina. Namun waktu pelaksanaan eksekusi belum pasti. Sebab, setelah grasinya ditolak Presiden Joko Widodo, Mary Jane mengajukan upaya hukum peninjauan kembali.
"Proses administrasi sedang kami siapkan," kata Zulkardiman, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa, 24 Februari 2015.
Tim dari Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kejaksaan Negeri Sleman merumuskan teknis pelaksanaan eksekusi mati terhadap Mary Jane. Namun keputusan waktu dan lokasi eksekusi mati masih menunggu perintah dari Kejaksaan Agung.
Administrasi yang menyangkut perempuan itu disiapkan dari penangkapan, dakwaan, tuntutan, hingga vonis di pengadilan negeri. Selain itu, administrasi banding, kasasi, pengajuan grasi, hingga peninjauan kembali juga dilampirkan. "Sehingga, jika sewaktu-waktu ada perintah eksekusi, semua administrasinya sudah lengkap."
Rapat-rapat koordinasi untuk pelaksanaan eksekusi mati memang sudah dilakukan. Termasuk berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta karena lembaga pemasyarakatan yang ditempati Mary Jane di bawah kementerian itu. "Kami koordinasikan dengan instansi terkait," kata Zulkardiman.
Meskipun grasi sudah ditolak oleh Presiden, upaya peninjauan kembali ini menjadi pertimbangan juga. Sebenarnya peninjauan kembali tidak mempengaruhi pelaksanaan eksekusi. Namun, karena ini menyangkut hukuman mati, jaksa harus hati-hati. Ditambah lagi, terpidana merupakan warga negara asing.
Mary Jane ditangkap di Bandara Adisutjipto, Sleman, pada April 2010 karena kedapatan hendak menyelundupkan narkotik jenis heroin seberat 2,6 kilogram. Dia kemudian diproses hukum dan divonis mati oleh Pengadilan Negeri Sleman.
MUH SYAIFULLAH