TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan Presiden Joko Widodo yang membatalkan pelantikan Komisaris Jenderal Budi Gunawan mendapat dukungan publik. Padahal, saat yang sama, menurut peneliti dari Lingkaran Survei Indonesia, Rully Akbar, Jokowi terlalu lama dalam mengambil keputusan.
Karena lambat dalam mengambil keputusan, Jokowi dianggap telah membiarkan kriminalisasi terhadap pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun nyatanya, berdasarkan survei LSI, publik tidak terlalu menyoroti isu pembiaran kriminalisasi tersebut.
"Publik lebih fokus pada pencalonan Budi Gunawan. Bila Budi dibiarkan menjadi Kapolri, publik menilai institusi kepolisian akan makin terpuruk," kata Rully, Selasa, 24 Februari 2015.
Karena itu, menurut Rully, popularitas Jokowi tidak tercoreng meski terkesan membiarkan kriminalisasi terhadap pemimpin KPK terus berjalan. "Keputusan Jokowi ini mendapat angin segar dari publik karena diambil secara individu, walau tidak didukung koalisinya," ujarnya.
Selain itu, Rully menilai Jokowi cerdik dalam memainkan kartu terkait dengan isu KPK. "Jokowi main aman dengan membentuk Tim 9," kata Rully. Dengan membentuk Tim 9, tutur Rully, Jokowi berhasil memecah konsentrasi publik untuk tidak menjustifikasi dirinya.
Hasil survei LSI menunjukkan publik mampu membedakan antara Jokowi sebagai presiden dan Jokowi sebagai bagian dari Koalisi Indonesia Hebat, yang merupakan kumpulan partai penyokong pemerintahan. Kekecewaan publik pada koalisi pendukung tidak berpengaruh pada citra Jokowi. "Personal image Jokowi lebih kuat dibanding image dia sebagai kader partai," katanya.
Dalam survei itu, LSI melibatkan 1.200 responden dari 33 provinsi terkait dengan kondisi hukum setelah Jokowi membatalkan pelantikan Budi Gunawan. Sebanyak 70,29 persen responden menilai keputusan Jokowi itu tepat.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA