TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan beragam modus penyelewengan impor daging sapi. Penyelewengan ini disebabkan lemahnya kebijakan tata niaga impor pada 2012, sehingga muncul intervensi pihak tertentu.
"Sesuai laporan masyarakat, ada beragam modus penyelewengan, seperti penggelapan impor, impor fiktif, penyalahgunaan prosedur, dan mark-up," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha dalam siaran pers yang diterima Tempo, Rabu, 25 Februari 2015.
Tata niaga impor, kata Priharsa, kerap tidak berpihak kepada petani dan peternak lokal. Misalnya, pemerintah mengimpor daging ketika terjadi kelangkaan komoditas. Padahal, kelangkaan adalah akal-akalan pemburu rente untuk mencari untung. "Mereka kemudian mendatangkan beras yang tidak sesuai izin," kata dia.
Selain beras, empat komoditas pangan lain yang kerap diselewengkan yaitu daging, jagung, gula, dan kedelai. Priharsa mengatakan KPK mencatat sebelas kelemahan tata niaga impor yang perlu segera direvisi. Tiga hal itu ada pada aspek regulasi dan delapan hal soal tata laksana dan pengawasan impor.
Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Panja menilai pemerintah tidak maksimal dalam membatasi impor di hulu dan hilir. “Segala bentuk temuan semakin diperparah dengan belum berjalannya mekanisme pengawasan di pusat dan daerah,” kata Adnan pada paparan hasil kajian di gedung AA Maramis, kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu, 25 Februari 2015.
KPK menyarankan agar pemerintah membuat basis data informasi komoditas pangan strategis, membuat peraturan perundangan impor komoditas, dan menambah sanksi atas pelanggaran impor.
“Ini semua dilakukan dalam rangka mencegah terjadinya tindak pidana korupsi,” kata Adnan.
PUTRI ADITYOWATI