TEMPO.CO, Jakarta - Anggota DPRD dari Fraksi PDI Perjuangan, Rikardo, mengalami nasib serupa dengan camat dan lurah di DKI yang belum menerima gaji. Rikardo belum menerima gaji sejak Januari karena molornya pengesahan APBD. Namun hal itu disiasatinya dengan memaksimalkan sumber pendapatan lain, yakni bisnis rumah-toko, kos, dan jual-beli mobil. "Yang penting ialah bagaimana masalah pembahasan anggaran ini cepat selesai, bukan soal sudah terima atau belum," ujarnya.
Rikardo berujar, seharusnya Dewan dan Gubernur bersedia duduk bersama untuk mencari solusi anggaran ini. Sebab, selama ini yang terjadi ialah saling klaim dan tuduh ihwal pihak yang paling cermat merancang anggaran. "Kalau begitu caranya, biarkan Kementerian Dalam negeri yang menilai anggaran versi siapa yang paling benar," dia menjelaskan.
Rikardo mengklaim Dewan sudah melaksanakan hak budgeting dengan cermat. Sebab, kata dia, DPRD pernah membahas program pembangunan Ibu Kota bersama pejabat DKI. Dengan demikian, kata dia, anggaran yang diajukan versi Dewan sesuai dengan kebutuhan pembangunan DKI. "Kalau dituduh maling, kami mau maling apa karena rakyat mengawasi penggunaan anggaran," katanya.
Hal yang sama diungkapkan oleh salah satu anggota Dewan dari partai berlambang Ka'bah. Dia menuturkan, walaupun istrinya sempat mengeluhkan telatnya pembayaran gaji, dia dan keluarganya bisa bertahan karena memiliki bisnis. "Saya memiliki biro jasa umrah dan haji," ujarnya.
Menurut dia, biro haji dan umrah yang didirikannya pada 1995 itu bisa memberangkatkan seratus orang dalam sekali perjalanan umrah. Dalam setahun, kata dia, bironya bisa empat kali mendampingi jemaah umrah.
Dia mengatakan penghasilannya per bulan sebagai anggota Dewan yang hanya Rp 6,4 juta tak sebanding dengan penghasilan dari biro umrah dan hajinya, yang dalam dua bulan bisa menghasilkan Rp 50-100 juta. Penghasilan tambahan lain keluarganya, dia menambahkan, didapat dari butik istrinya. "Istri saya memiliki dua butik di Tanah Abang, Jakarta Pusat; dan Koja, Jakarta Utara," ucapnya.
Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri mengancam menunda gaji gubernur dan DPRD selama enam bulan bila hingga 31 Desember 2014 APBD tidak disahkan. Pemberian sanksi tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor 903/6865/SJ yang ditandatangani Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Isi suratnya, para pejabat yang berwenang menyusun dan mengesahkan APBD akan menerima konsekuensi keterlambatan. Sanksi ini diatur dalam Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Pasal 321 ayat 2.
RAYMUNDUS RIKANG | GANGSAR PARIKESIT