TEMPO.CO, Jakarta - Keluarga Serge Atlaoui, terpidana kasus narkoba asal Prancis, yakin eksekusi hukuman mati tidak akan dilakukan dalam waktu dekat. Menurut kuasa hukum Serge Ataloui, Nancy Yuliana, pihaknya sedang mengupayakan peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Tangerang.
Menurut dia, Serge Atlaoui ditangkap bersama belasan terpidana lainnya. Beberapa terpidana telah lebih dulu mengajukan upaya hukum PK dan belum ada keputusan. Sesuai Undang-Undang Pidana Mati, kata dia, jika perkara lebih dari satu orang, harus dilakukan eksekusi secara bersamaan.
"Bagaimana mungkin upaya PK yang diajukan lebih dulu belum putus lalu yang baru dilakukan sudah dieksekusi duluan? Jika Serge tetap dieksekusi, berarti ada pelanggaran persyaratan. Kami yakin Kejaksaan Agung pertimbangkan ini," kata Nancy Yuliana dalam konferensi pers di Kedutaan Besar Prancis, Kamis, 26 Februari 2015.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati, apabila kejahatan dilakukan lebih dari satu orang, eksekusi dilakukan bersamaan terhadap para terpidana mati.
Upaya hukum PK, dia melanjutkan, sudah diterima oleh PN Tangerang pada 10 Februari lalu dan akan mulai disidangkan pada 11 Maret mendatang. Tim kuasa hukum hanya menggunakan dua dasar pengajuan PK tanpa adanya novum, yaitu kekhilafan hakim pada putusan tingkat pertama dan adanya perbedaan hukum. "Kami inginnya tiga dasar hukum lengkap, sudah siapkan PK ini sejak lama tapi memang kami tidak dapat novum," ujarnya.
Ia tetap optimistis sidang PK yang dilakukan pada Maret mendatang akan dilakukan secara adil dengan mempertimbangkan seluruh fakta yang ada. Ia meyakinkan bahwa Serge Atlaoui hanyalah korban karena perannya bukanlah sebagai pemilik atau pengedar narkoba.
"Dalam kasus yang dihadapi, Serge Atlaoui hanyalah tukang las dan teknisi peralatan pabrik. Sampai saat ini barang bukti Serge tidak ada, tidak ada ekstasi maupun bahan pembuatnya. Yang ada hanya bahan-bahan kimia," kata Nancy.
Serge Atlaoui, warga negara Prancis, ditangkap pada 2005 lalu terkait dengan kasus narkoba. Pada 2007, Mahkamah Agung memvonis mati Serge setelah terbukti terlibat dalam pengoperasian pabrik ekstasi yang berlokasi di Cikande, Banten. Grasi Serge Atlaoui telah ditolak Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden Nomor 35/G Tahun 2014.
Istri Serge, Sabine Atlaoui, masih menaruh harapan suaminya terbebas dari hukuman mati lewat PK yang diajukan. "Nama suami saya disebut-sebut akan dieksekusi dalam waktu dekat, tapi saya masih punya harapan agar suami saya tidak dieksekusi. PK ini merupakan harapan agar kami bisa kembali menjadi keluarga utuh lagi seperti sebelumnya," kata Sabine.
ROSALINA