TEMPO.CO, Jakarta - Korban dugaan pembobolan dana nasabah PT Bank Permata Tbk, Tjho Winarto, melaporkan fakta-fakta tambahan soal pembobolan dananya sebesar Rp 245 juta ke Otoritas Jasa Keuangan, Rabu, 25 Februari 2015. “Saya juga siap memberikan bukti-bukti pendukung terkait beberapa poin ini,” kata Winarto lewat keterangan resmi kemarin.
Berikut beberapa fakta tambahan versi Winarto yang menurut dia menguatkan dugaannya bahwa hilangnya duit itu adalah tindakan kriminal. Fakta pertama, Permata membutuhkan waktu lima bulan untuk memberitahukan bahwa ini adalah tindak kriminal. "Padahal, dalam waktu kurang dari dua pekan Bank Indonesia sudah menyatakan bahwa pembobolan itu merupakan kasus kriminal,” ujar Winarto.
Kedua, Permata mengklaim telah melakukan investigasi internal dan tidak menemukan keterlibatan orang dalam. “Saya menyayangkan akan lama dan tidak transparannya investigasi internal ini,” kata Winarto. Ketiga, tidak adanya pemisahan antara petugas yang mengurus pembuatan rekening Permata Prioritas dan kartu kredit Permata Black Card. Semuanya diminta langsung oleh Relationship Manager Bank Permata Cabang Panglima Polim.
Dengan demikian, kata Winarto, Relationship Manager itu mempunyai kelima data penting nasabah. Menurut dia, data penting ini diperlukan dalam melakukan pembobolan dana yang terstruktur, sistematis, dan masif. “Terutama dalam hal reset password Internet banking dan penggantian kartu SIM card yang baru,” kata Winarto.
Keempat, pada awal pembukaan rekening di Permata, kata Winarto, Relationship Manager meminta dia menandatangani formulir tidak ada jaminan dari Lembaga Penjamin Simpanan atas depositonya sebesar Rp 1 miliar. Lantaran tak ada jaminan LPS itu, Winarto membatalkan rencana deposito itu. “Relationship Manager tetap menahan dana depositonya,” kata Winarto.
Kelima, sekitar Juli-Agustus 2014, kata Winarto, Relationship Manager memberikan formulir perubahan data terpadu kosong kepadanya. Alasannya, hendak memindahkan jenis rekening Winarto ke jenis tabungan dengan bunga yang lebih tinggi. “Saya tak mau menandatangani permohonan formulir ini tanpa memastikan isinya terlebih dahulu,” kata Winarto.
Dia mengimbuhkan, ada kelemahan sistem Bank Permata dalam perubahan atau reset password Internet banking yang dapat dilakukan dengan hanya melalui telepon. “Tidak ada langkah preventif dengan mencatat atau memblokir setelah terjadi empat kali kegagalan permohonan perubahan password dari pemohon,” kata Winarto.
Keenam, pada 6 November 2014, Winarto mengaku telah mengirim surat elektronik ke Permata untuk mempertanyakan apakah sudah menjalankan Peraturan Bank Indonesia Tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran. “Namun Permata tidak menjawab dan sebaliknya menyebutkan telah melakukan penelusuran dan sudah menginformasikan hasilnya kepada saya,” kata Winarto.
Ketujuh, pada 15 Januari 2015, kuasa hukum Permata telah meminta kuasa hukumnya agar tak melapor ke polisi. Sebelum akhir Desember tahun 2014, Winarto mengimbuhkan, kuasa hukum Permata berjanji akan mengganti rugi 100 persen. Namun pada awal Januari 2015, berubah menjadi 50 persen, lalu 75 persen, dan akhirnya kembali menjadi 50 persen.
Kedelapan, Winarto menduga ada kesengajaan dari Permata untuk menghambat proses laporan polisi dengan maksud menghilangkan barang bukti berupa data rekaman pembicaraan Permata Tel. Winarto sendiri telah menggugat Permata senilai Rp 32,2 miliar pada 18 Februari lalu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dihubungi sebelumnya, Coorporate Affairs Bank Permata Alfianto Domi Aji mengatakan mengatakan akan patuh terhadap pihak berwajib dalam proses gugatan tersebut. Ia mengatakan sudah melakukan investigasi internal. "Kami akan transparan," ujar Domi pada Rabu lalu.
Executive Vice President-Head Corporate Affairs Permata Bank Leila Djafaar justru kaget pihaknya sedang digugat. Musababnya, Permata sudah melaporkan kejadian tersebut kepada regulator. Hasilnya, ujar dia, kasus ini dinyatakan tak masuk ke dalam ranah perdata.
KHAIRUL ANAM | ANDI RUSLI | HUSSEIN ABRI YUSUF