TEMPO.CO, Jakarta - Setiap tempat kongko punya keistimewaan tak hanya soal fasilitas atau pelayanan semata. Sejarah berdirinya pun jadi sebuah cerita tersendiri. Bagaimana dengan BATS—Bar at the Shangri-La—yang menjadi satu dari sedikit bar yang masuk kategori long-lasting tersebut?
Apa resepnya hingga tempat ini bisa bertahan sampai 20 tahun? "Karena tempat ini merupakan satu-satunya tempat paling santai di Shangri-La," tutur Melanie Wulandari Kristanto, Manajer Komunikasi Hotel Shangri-La Jakarta.
Baca Juga:
Pengelola BATS tidak mengharuskan para pengunjung berpakaian rapi. Kode berbusana mereka sebatas kasual alias santai. Ini berbeda dengan, misalnya, Satoo—restoran di lantai yang sama—yang mencantumkan syarat dress code lebih formal, yaitu smart casual. Para tamu bahkan bisa menghafal nama semua pelayan yang ada di BATS.
Sebagian pelayan mengaku betah bekerja di BATS hingga lebih dari satu dekade. "Soalnya di sini suasananya tidak kaku," kata seorang pramusaji yang mengaku sudah bekerja selama 12 tahun di BATS.
Untuk menu andalan, BATS punya hamburger dan piza raksasa. Piza paling besar yang mereka jual berukuran 17 inci, atau sekitar 43 sentimeter. Cukup untuk dimakan berdelapan, dengan harga Rp 140 ribu. Sedangkan hamburger jumbo bernama Double Cheese Giant Burger, dengan daging sirloin tebal, juga bisa dibeli pengunjung dengan porsi yang sama seharga Rp 258 ribu.
"Porsi di sini memang terkenal generous," tutur Melanie. Saat mencicipi satu potong hamburger itu, Tempo merasa seperti memakan satu hamburger utuh di restoran cepat saji.
Untuk minuman, BATS berpartner dengan Jack Daniels, produsen wiski nomor wahid dari Tennessee, Amerika Serikat. Ada juga koktail yang menjadi signature, seperti Urban BATS (Rp 155 ribu) yang terdiri atas campuran vodka, gin, dan Midori—yang memberikan warna hijau pada minuman dengan gelas tinggi itu.
Setelah dua dasawarsa bersama para ekspatriat yang setia, BATS ingin menyasar pengunjung berusia 20 dan 30-an. Salah satu strategi diterapkan lewat menu jumbo yang bisa digarap ramai-ramai. "Porsi makan dan menu inilah yang kami coba tawarkan untuk para pelanggan yang lebih muda," ujar Melanie.
Untuk urusan musik, pengelola mempertahankan band mereka. Kelompok musik hidup yang biasa tampil di sana mulai pukul 18.00 itu kerap membawakan lagu-lagu top 40.
"Kalau kami memutar electronic dance music, nanti yang banyak hadir justru ABG," tutur Melanie. Kalaupun ada musik elektronik, ia melanjutkan, porsinya sedikit. "Pertunjukan utamanya tetap live music dengan lagu yang sedang hit."
SUBKHAN | HP