TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah rumah kontrakan berdinding abu-abu di Jalan Duren Tiga Selatan VII Nomor 17 A, Pancoran, Jakarta Selatan, itu tampak sepi. Tiga sepeda motor terparkir di garasi rumah berlantai dua itu. Alamat rumah kontrakan yang berada di RT 08 RW 02, ini sama dengan alamat yang dipakai oleh "Gunawan" pada kartu tanda penduduknya.
Tak ada plang nama kontrakan di depan rumah. Tapi warga kerap menyebutnya Wisma Lestari. "Gunawan" tercatat memiliki nomor induk kependudukan 0953081512600979. Di tak mencantumkan pekerjaan yang jelas dalam KTP itu. Namun, berdasarkan penelusuran majalah Tempo edisi 25 Januari 2015, foto "Gunawan" di KTP itu menunjukkan foto Komisaris Jenderal Budi Gunawan.
Budi Gunawan adalah calon kepala Polri yang batal dilantik. Dan "Gunawan" ini ditengarai pemilik kontrakan itu. Dengan KTP beridentitas "Gunawan" itu pula, Jenderal Budi Gunawan membuka rekening. Rekening tersebut diduga dipakai untuk menyembunyikan aliran dana suap mutasi jabatan dan perlindungan pelaku kriminal. KPK mencatat Gunawan membuka rekening di BCA dan BNI Warung Buncit pada 5 September 2008.
Kemudian, ia menyetor masing-masing Rp 5 miliar ke dua rekening baru itu. Penyelidik KPK curiga pembukaan rekening atas nama Gunawan dipakai untuk menyembunyikan transaksi keuangan Budi Gunawan. Transfer dana dilakukan tak lama setelah munculnya kecurigaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atas empat rekening Budi di BCA. Budi Gunawan dan pengacaranya belum dapat dimintai tanggapan.
Istri Ketua RT 08, Ida, mengaku tak pernah mengenal "Gunawan". Padahal, suaminya, Mahfud, telah menjabat ketua RT selama 28 tahun. "Saya ingat betul tak ada yang mendaftar atau datang untuk melaporkan izin tanggal atas nama Gunawan," kata perempuan berusia 58 tahun itu saat ditemui Tempo pada Rabu, 25 Februari 2015. Rumah Ida sekitar 150 meter dari Wisma Lestari.
Ida mengenal setiap warga asli yang tinggal di lingkungan rumahnya, tapi ia tak pernah mengenal Gunawan. Ia juga tak tahu siapa pemilik pasti Wisma Lestari. Menurut dia, Wisma Lestari dulu berupa rumah pribadi milik El Hakim, yang berasal dari Medan. Namun, rumah tersebut dijual dan dibeli oleh seseorang yang lantas dibangun menjadi rumah kontrakan berisi 20 kamar.
"Pemilik barunya tak pernah melapor. Mungkin jual-beli langsung lewat notaris," kata Ida. Ia menduga KTP Gunawan merupakan KTP palsu karena tak pernah mendapat rekomendasi dari ketua RT. "Mungkin dia cuma pinjam tempat, pakai foto atau nama tempel. Banyak orang pakai cara itu selama belum ada e-KTP," kata Ida. Sayangnya, Ida enggan menunjukkan catatan warga yang terdaftar secara resmi di wilayahnya.
Ketua RT 09, Hadi, mengatakan hal serupa. Ia tak pernah tahu dan bertemu dengan pemilik Wisma Lestari atau warga bernama Gunawan. Saat pemungutan suara pemilihan presiden tahun lalu, Gunawan tak terdaftar sebagai pemilih di lingkungannya. "Padahal seharusnya kalau dia melapor dan tercatat resmi pasti terdaftar jadi pemilih," kata Hadi.
Penjaga Wisma Lestari, Rizal Pahlevi, enggan berkomentar soal status kepemilikan kontrakan elite tersebut. "Saya tak tahu siapa Gunawan," kata dia. Namun, pada Januari lalu, Tempo mengungkap bahwa polisi anggota staf pribadi Budi Gunawan, Iie Tiara, sempat tinggal di bangunan kontrakan itu pada 2008 dan kemudian pindah pada 2012.
Operator Kependudukan dan Catatan Cipil Kelurahan Duren Tiga dan Kecamatan Pancoran tak bisa membuka keaslian data Gunawan. Petugas itu mengatakan pengecekan keaslian NIK bersifat rahasia. Fandi, sang operator, mengungkapkan penyidik KPK pernah mendatangi kantor kecamatan untuk meminta pembuktian keaslian KTP milik Gunawan.
Namun, pihak kecamatan menolak sehingga KPK langsung mendatangi kantor Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Jakarta Selatan. "Hanya tim Suku Dinas Kependudukan yang bisa membuka database kependudukan," kata Fandi. Dengan sistem elektronik, pemerintah bisa mengecek legalitas KTP yang dipakai Gunawan.
Jika NIK tak terlacak atau tak sama dengan nama dan alamat, bisa dipastikan KTP itu palsu. Nomor KTP Gunawan, kata Fandi, seharusnya sudah kedaluwarsa. Nomor tersebut dikeluarkan sebelum terbitnya sistem KTP elektronik pada 2009.
PUTRI ADITYOWATI