TEMPO.CO, Jakarta - Penguatan dolar terhadap hampir semua mata uang memicu pelemahan rupiah.
Di transaksi pasar uang hari ini, kurs rupiah merosot tajam 101 poin (0,79 persen) ke level 12.932 per dolar Amerika. Rupiah bergerak liar sejak awal perdagangan dan sempat menembus level terendah 12.960 per dolar di sesi perdagangan.
Ekonom PT Bank Permata Tbk, Joshua Pardede, mengatakan perbaikan data-data ekonomi Amerika Serikat semakin memperkuat posisi dolar. Meskipun dalam pernyataan terakhirnya Gubernur The Fed Janet Yellen mengatakan akan menunda kenaikan suku bunga, perbaikan data-data ekonomi semakin mendukung program pengetatan moneter. "Tumbuhnya ekonomi AS membuat kurs dolar menguat terhadap semua mata uang, termasuk rupiah."
Meningkatnya kebutuhan dolar korporasi pada akhir bulan turut menjadi faktor yang menguatkan laju dolar. Pasalnya, Indonesia masih dilanda defisit transaksi berjalan, sehingga membutuhkan dolar dalam jumlah besar. Selain itu, negara dan korporasi dililit utang jatuh tempo jangka pendek yang juga besar.
Joshua menduga pelemahan rupiah juga disebabkan oleh efek pemangkasan suku bunga. Buktinya, rupiah secara konstan bergerak melemah setelah bank sentral memotong suku bunga acuan sebesar 25 basis point dalam rapat dewan gubernur 18 Februari lalu. "Dengan pemangkasan bunga, selisih imbal hasil di pasar obligasi akan berkurang, sehingga investor lebih senang mengalihkan asetnya ke negara yang lebih menjanjikan."
Menurut dia, membaiknya data-data ekonomi, seperti surplus neraca perdagangan, inflasi yang melambat, menyempitnya defisit transaksi berjalan, serta bertambahnya cadangan devisa, seharusnya bisa mengangkat posisi rupiah. Namun, kenyataannya, rupiah justru tertekan akibat kebijakan suku bunga.
PDAT | M. AZHAR