TEMPO.CO , Jakarta: Wanita setengah baya itu seperti tak kuasa lagi berdiri menopang tubuhnya yang kurus. Duduk bersandar di dinding rumah orangtuanya, Sutina, 55 tahun, hanya bisa menangis. Wajahnya yang ditutupi kerudung lusuh dan masker ini tetap lancar menjawab pertanyaan juru warta yang datang silih berganti.
"Sedih, pedih sekali rasanya, dua tahun tidak ketemu anak, ketika ditemui jasadnya sudah hancur karena dihakimi, dibakar massa," katanya kepada Tempo, Jumat 28 Februari 2015.
Sutina yang terlihat depresi berat menuturkan, Hendriansyah luput dari pengawasannya selama dua tahun terakhir ini. Dua tahun lalu, kata dia, putra ketiganya itu berpamitan untuk pergi dan ingin hidup mandiri. Keinginan kuat pemuda 22 tahun yang hanya mengenyam pendidikan kelas I di SMP 10 Negeri Tangerang itu didorong oleh kondisi ekononi keluarganya yang serba kekurangan.
"Apalagi saat itu, kami menumpang di kontrakan keluarga kakaknya," kata Sutina.
Hasil pernikahannya dengan Sarifudin, 58 tahun. Sutina dikaruniai lima orang anak, Hendriansyah adalah anak ketiga dari lima bersaudara. Pascabercerai delapan tahun lalu, kehidupan keluarga Sutina dan Sarifudin berantakan. Sarifudin memilih menetap di Citayem, Bogor. Sementara Sutina dan lima anaknya menetap di Larangan, Kota Tangerang.
Sabtu, 21 April 2015 lalu, Hendriansyah berkunjung ke rumah neneknya di Larangan, Kota Tangerang. "Tapi hanya sebentar saja, saya saja tidak sempat bertemu," kata Sutina.