TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo telah dihubungi oleh Perdana Menteri Australia Tony Abbott untuk membahas eksekusi mati Bali Nine. Dalam percakapan pada Rabu malam lalu itu, Jokowi mengatakan bisa memahami situasi yang terjadi di Australia. Namun, Abbott menilai kedua warga negaranya, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, akan bebas dari regu tembak.
"Saya sampaikan bahwa Indonesia bisa memahami situasi Abbott. Tapi kalau tafsiran dia, saya enggak tahu seperti apa," kata Jokowi di Pasar Burung, Jalan Pramuka, Jakarta Timur, Sabtu 28 Februari 2018. "Mungkin kata-kata saya lunak. Tapi nanti lihat saja tindakannya."
Jokowi sebelumnya disebut melunak soal eksekusi mati terhadap kedua warga Australia oleh media Negara Kangguru. Situs Sydney Morning Herald pada 26 Februari menuliskan bahwa Abbott menilai Jokowi tengah mempertimbangkan posisi Indonesia mengenai hukuman mati terhadap dua warganya.
Abbott tidak bersedia mengungkapkan rincian pembicaraan keduanya. “Namun Presiden (Jokowi) sangat mengerti posisi kami dan saya pikir dia mempertimbangkan dengan hati-hati posisi Indonesia,” kata Abbott.
Menurut Abbott, percakapan dengan Jokowi, yang disebutnya sebagai teman, merupakan sebuah sinyal positif. Namun Abbott mengatakan percakapan tersebut tidak menjadi tanda bahwa Chan dan Sukumaran, yang menyelundupkan narkoba 8,3 kilogram pada 2005 dan dijatuhi hukuman mati pada 2006, akan bebas dari regu tembak.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, membenarkan bahwa PM Abbott menelepon Jokowi. Arrmanatha menyatakan pemerintah Indonesia memahami tindakan yang dilakukan Abbott untuk melindungi warga negaranya.
Hubungan kedua negara memanas setelah Jokowi menolak grasi yang diajukan 11 terpidana mati, termasuk Sukumaran, 33 tahun, dan Chan, 31 tahun. Selain dari Australia, kritik datang dari Brasil, dan sebelumnya Belanda dan Prancis.
MUHAMMAD MUHYIDDIN | NATALIA SANTI