TEMPO.CO , Jakarta: Lapak dengan luas 6 meter persegi di lantai 2 Pasar Taman Puring, Mayestik, Jakarta Selatan, itu tampak semrawut dengan komponen elektronik. Dua buah lampu tampak menerangi blender beraneka warna yang ditata di bagian depan lapak tersebut.
Pemiliknya, M. Yunus, pagi itu, Kamis, 26 Februari 2015, tampak asik dengan dengan ponsel pintarnya. Sambil menonton televisi melalui telepon genggamnya, sesekali pria yang mengenakan topi dan kaos bertuliskan 'Komando' itu tampak sigap menanggapi pertanyaan pembeli.
"Sudah seminggu tak ada pemasukan," keluhnya kepada Tempo. Pria asal Cirebon, Jawa Barat itu, mengatakan, biasanya dalam sehari, dia mampu mengais uang hingga Rp 70 ribu.
Pendapatannya, kata Yunus, biasanya berasal dari blender, juicer maupun kipas angin bekas yang laku dijualnya. Namun tak jarang, pria berusia 68 tahun itu, juga melayani jasa perbaikan blender maupun mesin pembuat jus itu.
Yunus, lantas menunjukkan kepada Tempo bagaimana cara memasang kopel dan konektor blender yang rusak. Jari-jarinya yang renta tampak terampil mengutak-atik perlatan elektronik itu.
Yunus menjelaskan blender dan juicer bekas biasanya dia dapatkan dari tukang barang bekas yang sehari-hari berkeliling di lingkungan perumahan mewah. Kakek yang telah memiliki 7 orang cucu itu mengatakan, biasanya dalam seminggu tukang rongsokan langganannya bisa datang sebanyak dua sampai tiga kali ke lapaknya untuk mengantarkan blender, juicer ataupun kipas angin bekas.
Mantan anggota Resimen Para Komando Angkatan Darat, RPKAD, itu menjelaskan blender maupun juicer yang telah diperbaikinya akan dijualnya dengan harga Rp 100 sampai Rp 150 ribu. "Kalau blender merk Philips asli buatan Holland, Belanda, harganya malah bisa mencapai Rp 175 ribu," tuturnya.
Pria yang pernah terlibat dalam perburuan orang-orang yang diduga terlibat dalam komunisme itu mengatakan, kemampuannya dalam memperbaiki alat-alat elektronik seperti blender, juicer dan kipas angin diperolehnya secara otodidak. Menurut Yunus, dia hanya melihat saja orang yang memperbaiki alat-alat tersebut kemudian mencobanya hingga bisa.
Pria yang pensiun dengan pangkat terakhir sersan mayor pada tahun 1982 itu mengatakan jika dia diminta berdagang oleh anaknya agar punya kegiatan pada usia senjanya. "Jenuh kalau nganggur di rumah," ujar Yunus.
Dia menjelaskan, seluruh biaya sewa lapaknya diurus oleh anak pertamanya, Siswadi, yang juga berjualan kamera dan perlengkapannya di lantai 1 Pasar Taman Puring. Yunus menjamin jika barang-barang yang dijualnya bukan barang haram. "Tidaklah, barang-barang yang saya jual, asal-usulnya jelas, lagi pula siapa yang mau nyolong blender rusak," kata dia.
Pria yang tinggal di Kompleks Kostrad, Tanah Kusir, Jakarta Selatan itu berjualan di Pasar Taman Puring sejak 2009. Pada usia senjanya, pria yang selalu menolak permintaan atasannya untuk mengeksekusi mati orang-orang yang diduga terlibat aktif dalam Partai Komunis Indonesia itu mengatakan akan terus berjualan hingga dirinya tak kuat untuk berdagang. Walaupun saat ini penghasilannya menurun, namun tangan pria yang kulitnya mulai mengendur itu tak pernah sekalipun mematik pistolnya untuk mengeksekusi mati anggota PKI. "Walaupun mereka, PKI, mengkhianati negara, tapi mereka juga manusia," ujarnya mengenang masa itu.
GANGSAR PARIKESIT