TEMPO.CO , Jakarta: Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. David Sumual menilai pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat karena faktor eksternal. Salah satunya, karena para investor menunggu kepastian kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve.
“Karena dalam waktu dekat belum ada keputusan menaikkan Fed Rate, makanya sekarang (dolar) sudah kembali menguat,” kata David, Jumat, 27 Februari 2015.
David menjelaskan sentimen global seperti rencana kenaikan suku bunga The Fed biasanya mempengaruhi mata uang di negara-negara berkembang. Investor cenderung menjual mata uang negara-negara berkembang jika suku bunga The Fed dinaikkan.
Saat ini secara fundamental, menurut David, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS memang sudah di bawah negara berkembang lainnya. “Sudah sedikit undervalue, tetapi ini biasa. Efeknya juga bisa cukup baik untuk meningkatkan ekspor nonmigas. Tetapi peningkatan ekspor nonmigas juga harus diimbangi daya saing,” kata David.
David mengatakan pemerintah harus terus mendorong perbaikan daya saing barang produksi dalam negeri untuk menggenjot ekspor, termasuk di antaranya melalui perbaikan infrastruktur, perizinan, dan perbaikan iklim investasi di dalam negeri.
Meskipun pelemahan rupiah bisa positif untuk eksportir, David mengatakan pelemahan kurs yang lebih dalam perlu diwaspadai. Selain memberatkan para importir dan impor barang modal untuk pengembangan industri maupun proyek pembangunan, pelemahan nilai tukar bisa membuat investor keluar dari Indonesia.
“Di pasar obligasi misalnya, yield obligasi pemerintah saat ini 7 persen. Kalau kurs melemah lebih dari 7 persen, investor asing mungkin akan cutloss dengan melepas obligasinya,” ujar David.
Saat ini, menurut David, kepemilikan investor asing di obligasi asing berkisar 40 persen dari total obligasi dengan nilai sekitar Rp 500 triliun. Keluarnya investor asing ini bisa terjadi jika pelemahan rupiah lebih dalam dibanding nilai tukar negara-negara berkembang lain.
Dalam transaksi di pasar uang Jumat, 27 Februari 2015, rupiah merosot 101 poin (0,79 persen) ke level 12.932 per dolar AS. Rupiah bergerak liar sejak awal perdagangan dan sempat menembus level terendah di 12.960 per dolar AS di sesi perdagangan.
Ekonom PT Bank Permata Tbk, Joshua Pardede, mengatakan perbaikan data-data ekonomi Amerika Serikat semakin memperkuat posisi dolar AS.
BERNADETTE CHRISTINA MUNTHE | M. AZHAR (PDAT)