TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pertanian Dewan Perwakilan Rakyat, Herman Khaeron, mengatakan setidaknya ada lima aspek yang harus dijaga pemerintah untuk mengendalikan harga beras. Kelima hal tersebut harus diperhatikan untuk menjaga kedaulatan pangan.
Pertama, produksi. Herman menilai kenaikan harga beras yang terjadi akhir-akhir ini merupakan sesuatu yang janggal. Indonesia tiap tahun setidaknya menghasilkan gabah panen hingga 71 juta ton. Dari jumlah itu, beras yang dihasilkan bisa mencapai 40 juta ton. Sedangkan konsumsi rata-rata setahun hanya 35 juta ton. “Harusnya masih ada surplus," kata Herman dalam diskusi di Warung Daun, Jakarta, Sabtu, 28 Februari 2015.
Kedua, konsumsi. Menurut dia, kenaikan harga beras akhir-akhir ini salah satunya disebabkan oleh permintaan yang tak sebanding dengan persediaan. Permintaan meningkat karena tidak ada beras miskin yang dibagikan pemerintah akhir tahun lalu. Akibatnya, 15,5 juta penerima raskin membeli beras di pasar bebas.
Ketiga, distribusi. Herman menyebutkan masalah distribusi ini sebagai hal yang harus diperhatikan pemerintah. Saat ini beberapa daerah seperti Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, serta Sulawesi Selatan masih menjadi lumbung padi. Penumpukan pasokan hanya terjadi di daerah-daerah tersebut, karena buruknya distribusi. Akibatnya, daerah lain mengalami kekurangan ketersediaan dan membuat harganya meningkat
Keempat, stok nasional. Pemerintah juga harus memperhatikan stok nasional. Menurut politikus Partai Demokrat ini pada pemerintahan sebelumnya, minimal stok beras miskin setidaknya 3 juta ton untuk satu tahun. Pemerintah juga harus mengalokasikan cadangan minimal 600 ribu ton.
Aspek terakhir, diversifikasi pangan. Walaupun kebutuhan pangan utama Indonesia adalah beras, pemerintah juga harus mendorong alternatif bahan konsumsi lain, seperti ubi. "Lima instrumen ini harus dijaga, jangan asal menyalahkan kartel," kata Herman.
FAIZ NASHRILLAH