TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, atau biasa disapa Ahok, memiliki tiga solusi untuk menangkis serangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI, yang akan menggunakan hak angket untuk melengserkannya.
Apa saja ketiga solusi itu?
1. Mengadu ke Presiden Joko Widodo
Ahok menemui Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat, pada Jumat, 27 Februari 2015. Dalam pertemuan tersebut, kata Ahok, Jokowi menanyakan ihwal mekanisme hak angket. Meski Jokowi tidak akan mengintervensi, Ahok meyakini mantan pejabat nomor satu di Jakarta itu akan mendukungnya. "Dari dulu gue di-backup Presiden, kok, lu nanya lagi," ujarnya terkekeh-kekeh.
2. Lapor KPK
Setelah bertemu dengan Jokowi, Ahok menuju Komisi Pemberantasan Korupsi. Mantan Bupati Belitung Timur ini membawa setumpuk dokumen yang dimasukkan ke dalam dua kardus. Dokumen-dokumen itu merupakan berisi perbedaan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2015 yang disetujui Rapat Paripurna DPRD dengan RAPBD versi Ahok melalui e-budgeting. "Selisihnya cukup banyak, sekitar Rp 12 triliun," kata Ahok.
Namun Ahok menyatakan tidak tahu siapa saja yang terlibat dalam perancangan "dana siluman" itu. "Pokoknya saya melaporkan. Mulai dari 2012 sampai 2015. Tapi yang paling banyak 2014-2015." Ahok mengaku siap bila sewaktu-waktu dipanggil KPK untuk menjalani pemeriksaan. "Tidak ada masalah."
3. "Mengajukan Hak Angket" terhadap DPRD
Ahok menyatakan tidak gentar oleh ancaman hak angket sampai pemakzulan dari DPRD. Hak angket digunakan DPRD karena Ahok menyebutkan ada "dana siluman" dalam Rancangan APBD 2015.
Ahok bahkan sempat menyebut anggota Dewan sebagai perampok dan maling. "Mereka mau angketin saya, ya, saya angketin mereka!" kata Ahok di KPK.
SINGGIH SOARES