TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Fashion Week (IFW) 2015 yang berlangsung sejak Kamis hingga hari ini, Minggu, 1 Maret 2015, di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta Selatan, kembali menarik perhatian. Tak hanya pencinta mode, masyarakat juga antusias mengunjungi perhelatan yang berlangsung rutin setiap tahun itu.
Ajang ini memang menghadirkan beberapa nama kondang pada hari pertama peragaan busana, seperti Poppy Dharsono dan Ivan Gunawan. Namun keduanya tampil kurang maksimal.
Poppy mengolah tenun Bali menjadi jaket tutup, celana jodhpur gembung, hingga beskap. Rasanya seperti melihat koleksi dari majalah mode era 1980-an. Mungkin mereka yang tumbuh besar pada era itulah pasar utama Poppy.
Ivan Gunawan terinspirasi mitologi dewi Yunani, Thalassa, sosok ibu bagi semua makhluk laut. Untuk koleksi yang disebutnya ready-to-wear-deluxe itu, Ivan banyak mengolah material sifon, organdi, dan brokat. Palet warna Ivan bergerak dari putih, abu-abu, hingga hijau muda. Dia mengaplikasikan teknik melapis dan menyusun drapery untuk menciptakan ombak pada koleksi gaunnya.
Ivan juga meminta semua peragawati mengenakan aksesori kepala yang mirip topi renang dari brokat bertabur kristal. Tampilan ini membuat sebagian peragawati punya tampilan yang mengingatkan kita akan makhluk laut, seperti anemon ataupun mentimun laut.
Untuk para pria, Ivan merancang sweater abu-abu dan putih, plus topi pet bertabur paku yang terlihat seperti batu koral. Potongan sweater ini mengingatkan kita akan label Kenzo. Apalagi ada detail yang mirip kepala singa ala Kenzo saat dilihat dari jauh.
Koleksi pakaian wanita Ivan bisa disebut terlalu berlebihan untuk label ready-to-wear karena didominasi gaun panjang dengan bahan brokat. Seharusnya dia bisa lebih realistis saat menaruh label ready-to-wear.
Memasuki tahun penyelenggaraan keempat, IFW 2015 masih harus banyak berbenah soal visinya, apakah ingin menjadi pekan mode sungguhan atau trade show. Dua hal ini jelas berbeda. Pada pekan mode, kita melihat tren dan desain. Sedangkan pada trade show, pembeli adalah orientasi utama.
Jika ingin menjadi pekan mode sungguhan, IFW harus selektif memilih desain dan patokan tren yang jelas. Jika ingin menjadi trade show mode dan mengalirkan uang lebih banyak—dengan hasil retail Rp 85 miliar tahun lalu, IFW berada di jalur yang benar asalkan mampu dan mau mendatangkan pembeli di tengah musim pekan mode di Paris dan London. Tentu ini adalah masalah momentum.
SUBKHAN | HADRIANI P.