SEBELUMNYA: Dua ‘Kesembronoan’ Jokowi
HAL LAIN yang lebih problematis adalah pernyataan mengenai 40 sampai 50 anak bangsa yang dikatakan meninggal setiap harinya karena narkotika. Angka didapat dari survey pada 2,143 orang dari kelompok populasi siswa/mahasiswa, pekerja dan rumah tangga. Mereka menanyakan kepada kelompok ini, berapa orang kenalan mereka yang menggunakan narkotika; dan dari jumlah tersebut, berapa banyak teman mereka yang meninggal pada tahun sebelum survey ini dilaksanakan.
Para peneliti ini kemudian mengalikan median jumlah teman yang meninggal (tiga) dengan estimasi mereka tahun 2008 mengenai jumlah “pecandu”, dan mencapai angka 14.894 orang. Angka tersebut kemudian dibagi 365, sesuai jumlah hari dalam satu tahun, dan sampailah pada jumlah 41 orang “meninggal dunia karena narkotika setiap hari.”
Dari sudut pandang metodologis, ini adalah cara yang ambigu dan tidak akurat untuk mengukur tingkat kematian pada populasi manapun, apalagi kematian akibat overdosis – dengan asumsi kematian seperti ini yang dimaksud oleh survey tersebut di atas. Mengingat bahwa Indonesia tidak pernah mengumpulkan data statistik yang dapat diandalkan mengenai overdosis napza, istilah “meninggal karena napza” menjadi tidak jelas dalam konteks survey ini.
Apakah yang dimaksud adalah kematian karena gagal napas akibat dari overdosis? Apakah kematian karena terluka akibat dari kekerasan polisi setelah penangkapan terkait napza? Apakah kematian terkait AIDS atau hepatitis C pada mereka yang menyuntik napza? Metodologi penelitian yang hasilnya dipakai Jokowi tidak memberikan definisi operasional apapun mengenai hal ini.
Para peneliti pada umumnya sepakat bahwa metode paling baik untuk mengukur tingkat mortalitas terkait narkotika adalah dengan cara mengikuti satu kelompok/cohort pengguna narkotika yang mewakili populasi tertentu selama beberapa waktu. Peneliti harus mengukur berbagai faktor perilaku, fisiologis dan struktural yang dapat memengaruhi mortalitas; seperti penyakit atau akses pada layanan kesehatan. Analisis dan perhitungan atas jumlah kematian dalam kelompok tersebut beserta faktor-faktor yang memengaruhi kematian dapat menghasilkan angka tingkat kematian yang relatif lebih dapat diandalkan.
BERIKUTNYA: Bapak Jokowi, Data Anda Untuk Soal Hidup-Mati