TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar menyayangkan keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi yang tak mengajukan upaya peninjauan kembali terhadap putusan praperadilan hakim Sarpin Rizaldi. Akibatnya, pengusutan dugaan suap dan gratifikasi yang dilakukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan akan dilimpahkan ke Kejaksaan Agung.
"Kami menyesalkan sikap KPK menerima begitu saja putusan Sarpin. Konsekuensinya, KPK tak bisa lagi menyelidiki dan dikembalikan ke kejaksaan atau kepolisian," kata Zainal saat dihubungi Tempo, Minggu, 1 Maret 2015.
Pada 16 Februari 2015, hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Sarpin Rizaldi mengabulkan gugatan praperadilan Budi Gunawan. Ia menyatakan penetapan status tersangka masuk dalam objek praperadilan.
Ia juga menyatakan perkara dugaan suap Budi dilakukan saat mantan ajudan Megawati Soekarnoputri itu masih menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Kepolisian atau bukan pejabat negara dan bukan penegak hukum. Walhasil, penetapan status tersangka Budi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dianggap tak sah.
Sejak itu, penyidikan korupsi Budi Gunawan di KPK berhenti. Kasasi yang diajukan komisi antirasuah juga ditolak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Menurut sumber Tempo, rencananya KPK akan melimpahkan penyidikan Budi ke kejaksaan. Lima pimpinan KPK telah bertemu Jaksa Agung M. Prasetyo Minggu siang, 1 Maret 2015. Pembahasan ini akan dilanjutkan pada Senin, 2 Maret 2015.
Zainal menilai upaya ini akan mengakibatkan bertambahnya gugatan praperadilan oleh tersangka korupsi. Bekas Menteri Agama Suryadharma Ali dan bekas Ketua Komisi Energi Sutan Bhatoegana mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri.
"Kalau seperti ini, semakin banyak yang mengajukan gugatan praperadilan. Efek Sarpin berjalan terus," kata dia. Zainal meminta agar Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung segera memeriksa dan menganulir putusan praperadilan Sarpin.
PUTRI ADITYOWATI