TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, Irfan Humaidi, mengatakan ada perbedaan prosedur bagi narapidana yang mendapatkan tanggungan kesehatan dengan masyarakat biasa. Perbedaan itu dilihat dari pendaftaran dan pembayaran iuran.
Menurut Irfan, data narapidana yang mendapatkan jaminan BPJS itu diberikan oleh pemerintah daerah DKI. "Dari program Kartu Jakarta Sehat yang diintegrasikan ke BPJS," kata dia ketika dihubungi, Minggu, 1 Maret 2015.
Narapidana yang mendapat tanggungan pelayanan kesehatan dari pemerintah DKI itu merupakan tahanan yang tergolong masyarakat miskin. Bagi terpidana yang tidak miskin, kata Irfan, tidak mendapat jaminan BPJS yang dibayarkan oleh DKI.
Irfan menjelaskan, jumlah total narapidana miskin yang mendapat jaminan BPJS sekitar 13.300 orang. Angka itu akan berubah setiap bulannya, karena ada narapidana baru yang masuk ke rumah tahanan.
Untuk iuran, kata Irfan, pemda DKI membayar Rp 19.225 setiap narapidana per satu bulan untuk kelas III. Tarif itu berbeda dengan pendaftar mandiri yang membayar Rp 25.500 per orang. "Narapidana itu termasuk penerima bantuan iuran bagi warga miskin," kata dia.
Menurut Irfan, setelah data lengkap dan pemda DKI membayarkan tarif, BPJS akan menyerahkan kartu itu ke narapidana. Sayangnya, dia enggan menjelaskan kapan kartu itu akan diserahkan. "Saya lupa datanya, tapi kami setiap bulan menerima pendaftaran dan menyerahkan kartu."
Selain itu, bagi narapida yang sakit, kata dia, prosedurnya sama dengan masyarakat biasa. Mereka harus ke klinik tempat tahanan atau puskesmas setempat. Lalu, jika mendapat surat rujukan untuk dirawat, narapidana itu bisa diinapkan di ruang perawatan kelas III. "Bedanya, mungkin kalau dirawat di luar, harus ada surat dari tempat dia ditahan."
HUSSEIN ABRI YUSUF