TEMPO.CO, Yogyakarta - Tak hanya para pegawai di lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi yang memprotes pelimpahan kasus Komisaris Jenderal Budi Gunawan ke Kejaksaan Agung oleh pimpinan KPK. Aktivis di Yogyakarta ikut mengecam pelimpahan kasus Budi Gunawan karena dikhawatirkan semakin melemahkan KPK dalam upaya memberantas korupsi.
“Jalan mundur dan handuk ini simbol kekecewaan terbesar kami setelah belakangan terus mendukung KPK menuntaskan kasus Budi Gunawan,” ujar aktivis Jogja Corruption Watch, Baharuddin Kamba, di sela aksi, Selasa, 3 Maret 2015.
Aksi protes dilakukan secara tunggal oleh Kamba. Kamba melakukan sendirian aksi berjalan mundur di Jalan Mangkubumi, tepatnya dari monumen Tugu Pal Putih hingga depan Stasiun Tugu.
Dalam aksinya, Kamba menutup matanya dengan kain warna hitam, menyampirkan handuk lusuh di pundaknya, dan kedua tangan masing-masing membawa erat bendera bertulisan “Save KPK”.
KPK di bawah kepemimpinan sementara Taufiequrachman Ruki, menurut Kamba, membuat masyarakat resah dan kecewa. Terutama saat Ruki menyatakan telah kalah dalam menuntaskan perkara Budi Gunawan.
Ruki pun dikritik. Sebab, di bawah kepemimpinannya, KPK kian “mandul” dalam menuntaskan kasus strategis pada tubuh Polri. “Sepertinya ini sejarah pertama bagi KPK mengaku kalah dalam pemberantasan korupsi, sangat menyedihkan,” kata Kamba.
Menurut Kamba, pelimpahan kasus Budi Gunawan ke Kejaksaan Agung hampir bisa diprediksi berhenti karena akan dilanjutkan dengan pelimpahan kepada pihak kepolisian. Polisi dianggap tak akan mampu meneruskan kasus dugaan gratifikasi Budi Gunawan, dan akhirnya mengeluarkan surat perintah penghentian penyelidikan (SP3).
“Kalau KPK, kan, tak punya SP3, tapi Kejaksaan Agung dan Polri yang bisa, ini mengkhawatirkan sekali,” kata Kamba.
Kemarin, KPK melimpahkan kasus dugaan korupsi Budi Gunawan ke Kejaksaan Agung. Selanjutnya, dari Kejaksaan Agung, perkara diteruskan ke Badan Reserse Kriminal Polri.
PRIBADI WICAKSONO