TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan tak ada yang kalah dan menang dalam pelimpahan kasus transaksi mencurigakan bekas calon Kepala Kepolisian RI, Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Kasus ini dilimpahkan Komisi Pemberantasan Korupsi ke Kejaksaan Agung. Menurut JK, patokan kasus hukum adalah keputusan pengadilan. "Jadi ini bukan pertarungan di mana ada yang menang dan kalah," kata JK di Istana Wakil Presiden, Selasa, 3 Maret 2014.
JK mengatakan, kalau Komisi Pemberantasan Korupsi saat ini dinilai melemah, itu karena ada faktor yang melemahkan dari dalam. "Kalau yang sekarang ini karena faktor dari dalam," kata JK. Menurut dia, melemahnya KPK disebabkan oleh faktor internal. Dia mencontohkan cerita tentang manuver politik Abraham Samad yang dikenal dengan "rumah kaca". "Juga ada cerita lainnya, dan faktor politik," kata bekas Ketua Umum Partai Golkar ini.
Sebelumnya, KPK menyerahkan kasus Komisaris Jenderal Budi Gunawan ke Kejaksaan Agung. "KPK menerima kalah," kata pelaksana tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrachman Ruki, Senin, 2 Maret 2015.
Ruki mengatakan pimpinan KPK sudah berulang kali bertemu dengan pimpinan Polri dan Kejaksaan Agung untuk membicarakan perkara Budi. Terutama setelah hakim Sarpin Rizaldi menyatakan penetapan tersangka bekas calon Kepala Polri itu oleh KPK tak sah. "Hari ini harus diselesaikan dan tak boleh keluar dari jalur hukum," ujar Ruki kemarin.
Ruki beralasan, kasus Budi Gunawan telah menyita energi lembaga antirasuah tersebut. "Di tangan kami masih ada 36 kasus yang harus diselesaikan. Kalau terfokus pada kasus BG, yang lain jadi terbengkalai," ujarnya.
Sementara itu, Samad dilaporkan atas kasus penyalahgunaan wewenang. Perannya dibeberkan dalam sebuah tulisan yang berjudul "Rumah Kaca" di sebuah blog. Samad diduga bertemu dengan pelaksana tugas Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, dari awal Januari hingga Mei 2014. Pertemuan itu terkait dengan keinginan Samad disandingkan dengan Joko Widodo sebagai wakil presiden.
Dalam pertemuan dengan Hasto, Samad menjanjikan keringanan hukuman bagi politikus PDIP, Emir Moeis. Namun Emir mengatakan tidak pernah bertemu dengan Samad ataupun memintanya meringankan hukumannya dalam kasus suap proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap di Tarahan, Lampung, 2004.
MUHAMMAD MUHYIDDIN | SINGGIH SOARES