TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat otomotif, Dasep Ahmadi, mengatakan keputusan General Motors menutup pabriknya di Bekasi seharusnya menjadi kesempatan bagi pemerintah untuk mengembangkan produk mobil dalam negeri, khususnya mobil listrik.
Menurut Dasep, pasar mobil murah seharusnya diambil oleh produsen dalam negeri. Hal ini sudah dilakukan oleh beberapa negara Asia, seperti Cina dan India. “Kalau mobil mahal biar diambil produsen luar negeri,” kata Dasep saat dihubungi, Senin, 2 Maret 2015. Pemerintah India dan Cina, yang juga menciptakan mobil listrik, kata Dasep, bahkan melindungi pasar mobil murah agar tidak diambil oleh produsen luar negeri.
General Motors mulai beroperasi di Indonesia pada 1995. Produsen mobil Chevrolet Spin ini sempat berhenti beroperasi pada 2005 dan kembali beroperasi pada Mei 2013. Rencananya mereka akan berhenti beroperasi pada Juni mendatang. Perusahaan ini akan berubah menjadi perusahaan distribusi.
Dasep mengatakan salah satu produksi dalam negeri yang harus dipertimbangkan oleh pemerintah adalah mobil listrik. Walaupun secara biaya produksi lebih tinggi, mobil listrik diklaim hemat bahan bakar dan perawatan hingga 30 persen.
Tak hanya berpotensi di dalam negeri, mobil listrik juga bisa dijadikan sebagai komoditas ekspor. Apalagi saat ini pasar mobil listrik masih terbuka lebar. Hingga saat ini, jumlah mobil listrik yang ada di pasar global hanya sekitar 200 ribu unit per tahun.
Namun pengembangan mobil listrik dalam negeri selama ini terhambat masalah pendanaan. Dia membandingkan Indonesia dengan pemerintah Amerika, yang mendukung penuh pengembangan mobil listrik. Walaupun pengembangan itu terhitung baru, dalam setahun, Amerika bisa memproduksi mobil listrik hingga 25 ribu unit.
FAIZ NASHRILLAH