TEMPO.CO Miyagi - Hotel Kanyo, yang terletak di kawasan Minamisanriku, Prefektur Miyagi, Jepang, menjadi salah satu saksi bisu dahsyatnya guncangan gempa 9 skala Richter yang disusul gelombang tsunami dengan ketinggian 10 meter yang menyerang kawasan kota pantai itu pada 11 Maret 2011. Hotel yang berdiri di atas bebatuan di tepi pantai dengan latar belakang pemandangan Teluk Shizugawa itu tetap berdiri kokoh dan hanya mengalami kerusakan ringan di lantai 1 dan 2 akibat guncangan gempa.
Bagi para pengunjung, terutama turis asing, hotel ini menawarkan paket wisata tentang tsunami yang pernah melanda kawasan itu empat tahun silam. Selain mendengarkan cerita dari para warga yang mengalami langsung musibah tersebut, para pengunjung hotel akan mendapatkan layanan tur bus ke lokasi-lokasi tsunami, melihat proses rekonstruksi, dan menyaksikan bangunan-bangunan yang tidak runtuh diguncang gempa dan tsunami hebat.
"Sebagian besar pengunjung yang datang ke sini untuk pertama kalinya selalu bertanya tentang bagaimana rasanya tinggal di kawasan itu sebelum dan sesudah tsunami,” kata Noriko Abe, pemilik hotel itu, kepada 16 wartawan dari sejumlah negara yang berkunjung ke hotelnya, pekan lalu. “Ini salah satu layanan kami untuk menarik pengunjung agar singgah di hotel kami dan juga berbagi pengalaman tentang tsunami.”
Sejak kawasan itu diterjang tsunami, kata Abe, pengunjung hotel itu menurun drastis. Belakangan, kalaupun ada pengunjung, mereka adalah warga yang tinggal di dekat kawasan hotel itu atau hanya turis Jepang. Jumlah pengunjung yang terus anjlok ini, kata Abe, juga merupakan imbas lambatnya pengerjaan rekonstruksi oleh pemerintah setempat. Walhasil, banyak warga yang sebelumnya menempati kota itu memilih hijrah ke tempat lain. “Apalagi, menurut survei, sebanyak 70 persen industri lokal sudah ditutup. Ini benar-benar masalah serius,” kata Abe.
Minamisanriku termasuk kawasan yang paling parah diamuk gempa dan gelombang tsunami empat tahun lalu itu. Hampir 95 persen rumah dan bangunan di kota pantai itu luluh lantak diterjang tsunami, yang menyebabkan ekonomi kota pelabuhan itu langsung lumpuh total. Akibat bencana itu, ribuan warga tewas dan dinyatakan hilang dan lebih dari 5 ribu warga mengungsi. Sebagian di antaranya berlindung di Hotel Kanyo. “Meskipun hotel ini tidak ditunjuk sebagai pusat evakuasi, banyak penduduk kota ini datang ke sini untuk mencari perlindungan,” kata Abe.
Sekitar seribu warga berlindung di hotel ini karena tsunami telah meluluhlantakkan rumah mereka dan kondisi cuaca saat itu pun sangat dingin. Para relawan dan tenaga medis juga menjadikan hotel ini sebagai pusat aktivitas mereka membantu warga yang terkena bencana. “Saat itu saya minta para tamu hotel bisa bekerja sama karena hotel dijadikan tempat perlindungan warga dan karena ini kondisi darurat,” katanya.
Selama lima bulan hotel ini menjadi tempat perlindungan bagi warga korban tsunami. Selain menyediakan tempat berteduh, memasok air bersih, dan menyediakan makanan bagi para korban, hotel ini menyelenggarakan kursus pelajaran bahasa Inggris dan matematika bagi anak-anak yang tidak bisa kembali bersekolah karena bangunan sekolah mereka sudah roboh. Setelah mendapatkan rumah sementara dari pemerintah setempat, satu per satu korban meninggalkan hotel itu.“Tapi kursus bahasa Inggris dan matematika tetap berjalan sampai sekarang untuk anak-anak warga di kawasan yang terkena tsunami,” ujar Abe.
ANTON APRIANTO